Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Saturday, 21 June 2008

Nyanyian Rindu Dari Ibu (Bagian 2)


Sebelumnya

“Assalamu’alaikum” aku mengetuk pintu nenek Aminah hingga ke tiga kalinya , Rosulullah berpesan jika dalam ketukan ketiga kalinya ketika kamu bertamu kerumah orang lain belum ada jawaban maka pulanglah, aku ragu melangkah, ada rasa khawatir yang terselip di hati ini, meski aku berkali-kali menepisnya, langkahku terhenti ketika terdengar suara jawaban salam dengan batuk2 dari dalam rumah, terdengar derit pintu di buka , terlihat wajah nenek Aminah yang pucat, beliau membungkus dirinya dengan sarung kucel, “Astaqfirullah, nenek sakit?” tanyaku mendekati nenek aminah yang di balas dengan senyuman “tidak apa2 hanya demam, sudah dua hari ini” jawabnya sambil terbatuk-batuk “nenek sudah minum obat?, sudah panggil bidan?” tanyaku cerewet dan di jawab dengan gelengan kepala “tidak apa2 nanti juga sembuh sendiri, ayo mau masuk rumah apa enggak, nenek agak pusing” aku segera memapah nenek Aminah kedalam rumah, hawa panas, membuatku kaget, “YaAllah nenek panasnya tinggi” gumamku, “nenek sudah makan?” aku bisa mendapat jawabanya ketika melihat sekitar tidak ada apa-apa tersedia, bisa di pastikan apa yang bisa di lakukan oleh orang sakit, dan tidak ada yang tau nenek Aminah sakit kalo aku tidak berkunjung ke rumahnya hari ini. Aku istighfar berkali-kali.

Kudapati ibuku dirumah ku kabarkan nenek Aminah sakit dan belum makan apa2 , ibu segera menyiapkan makanan, sedangkan aku berangkat kerumah bidan Indah yang kebetulan tak jauh dari rumahku, Ketika kami sampai dirumah nenek Aminah, ada beberapa orang tetangga dekat berkumpul di sana, ku lihat nenek aminah sedang menolak makanan yang di suguhkan oleh ibuku.
“nenek Aminah terkena tipes” kata-kata bidan yang kubawa membuatku kaget
“trus gimana mbak?”
“seharusnya dirawat Ya”
“di rujuk ke RS?”
“ya”
Aku diam, ketika mbak Indah mengulurkan obat, “di minum tiga kali sehari, sebaiknya keluarganya di kabarin Ya, kamu tau no telp mereka ga?”
Hanya anggukan kepala sebagai jawabanku, otak ku mulai berpikir bagaimana menghubungi mas adit dan saudara2 nya sesegera mungkin.***


Kini aku terdiam lama, aku bosan meyakinkan mas adit dan keluarganya untuk sesegera mungkin, toh pada kenyataanya mereka masih dengan ego masing-masing, mas Adit dan yang lainya meminta aku memahami situasi mereka dan keluarganya “maaf mas, kalo mbak tidak mau pulang, mas aja yang pulang jenguk nenek Aminah, masalahnya sekarang nenek aminah sangat membutuhkan anak-anaknya, beliau tidak mau di rujuk kerumah sakit, dan yang mas harus tau, setiap panas badan nenek aminah tinggi, beliau selalu menyebut nama kalian semua, nenek selalu menangis di alam bawah sadarnya, Nadya mohon mas mau memahami ini” jelasku panjang lebar, bahkan mungkin bila ku teruskan , penjelasanya akan lebih panjang lagi. Lama yang terdengar hanya kebisuan sampai akhirnya mas Adit menjawab “ya nanti akan kami pikirkan, kami titip ibu yang Nadya, semoga lekas sembuh amin” pembicaraan kami berakhir, aku menyesalkan jawaban mas adit yang sangat mengecewakan.

“anak-anak nenek dulu juga sperti kalian, uhuk uhuk uhuk” terdengar suara nenek Aminah , aku dan Fira menoleh kemudian saling berpandangan, kami baru menyadari ternyata nenek aminah sedari tadi memperhatikan kami, aku dan Fira beberapa hari ini tidur di rumah nenek Aminah, menjaga beliau, dan menyiapkan segala kebutuhanya, nenek Aminah memang rewel, termasuk penolakanya ketika di ajak ke rumah sakit , tapi alasan yang beliau utarakan sering akhirnya membuat kami mengalah “kalo nenek pergi dari rumah ini, nanti kalau anak-anak nenek pulang, mereka mau nyari nenek di mana, nenek tidak ingin kemana-mana” ada alunan kerinduan dalam kata-katanya, kerinduan yang mendalam kepada para buah hatinya, “yang paling sering rewel kalo sedang belajar bersama seperti kalian ini adalah Asti, dia sering mengganggu mas2 nya”suara nenek Aminah terdengar pelan ketika kami mendekatinya, mata nya menerawang ke awang-awang rumah kecil miliknya, menembus memori lama yang sangat terlukis jelas, kadang ku lihat senyumanya di tengah-tengah ceritanya, namun tak jarang air mata nya tumpah, menyisakan isakan tangis, dan batuk-batuk hebat yang membuat kami khawatir, aku dan Fira tidak bisa menyembunyikan air mata kami sebagai rasa turut sedih, kini kami benar-benar tau dalamnya perasaan sayang seorang ibu, bagaiamanapun nenek aminah tetap seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya, sungguh ke egoan mas adit dan adik-adiknya benar-benar sangat keterlaluan, tapi kami tidak bisa menyalahkan sepenuhnya mereka, karena kami juga tau mereka pergi karena alasan yang kuat. Dan akhirnya nenek Aminah tertidur pulas, dalam dekapan malam yang kian larut.

Ku bangunkan Fira di sepertiga malam, kami yakin Allah pasti mendengar do’a kami seperti dalam hadist qudsinya bahwasanya Allah malu jika tidak mengabulkan do’a hamba Nya yang menadahkan tangan di sepertiga malam
“Ya Rabb kami, ampunilah kami dengan dosa-dosa kami yang bagai lautan samudra dan tak terhitung jumlahnya, sungguh hinanya kami tanpa ampunan Mu, ampunilah kedua orang tua kami, yang mendidik kami dengan keihklasan dan pantang menyerah mereka hingga menjadikan kami manusia yang punya tanggung jawab besar mengemban amanah Mu, sayangilah mereka seperti mereka mencurahkan kasih sayang dan seluruh pengorbanan hidup mereka untuk kami”
aku makin menundukan wajahku di antara kedua tanganku yang terbalut mukena, aku masih mendengar Fira mengucap amin dengan isakan tangisnya, aku bersyukur punya adik sholihah sepertinya, juga ibu, ayah dan mas yang sholeh.
“Ya Allah Yang Maha Penyembuh, Engkau lebih mengetahui apa yang ada dan tersembunyi di hati kami , Engkau lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kami, maka berilah keikhlasan pada kami atas apapun keputusanMu”
aku melanjutkan do’a untuk nenek Aminah dengan iringan kerendahan diri pada Zat Yang Maha Bijaksana. "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (AL Baqarah :286)

Sebelum kembali beranjak tidur kami menjenguk nenek aminah kembali, beliau menyambut kami dengan senyuman hangat, “bantu nenek sholat tahajud nduk” ujarnya meminta, aku dan Fira segera membantunya bertayamum kemudian memakaikan mukena, “kalian tidurlah nenek akan sholat sampai subuh” aku hanya menjawab dengan anggukan, sambil melirik jam yang menunjukan pukul 03.30 pagi, berarti masih satu jam lagi, “Nadya..” nenek Aminah menghentikan langkahku dan segera berpaling memandangnya, “tiga kotak itu” nenek aminah memalingkan wajahnya kearah tiga kotak berbentuk kubus yang berjejer rapi di atas meja usang dekat tempat tidur nenek Aminah, beberapa hari ini ia memang menarik perhatianku, tapi urung aku bertanya, mungkin nenek Aminah mengetahui isi hatiku dan akan menjelaskanya sekarang. Yang cat warna kuning punya mas mu Adit, yang biru punya punya Restu dan yang merah punya Andi” aku diam menunggu kelanjutanya, namun sepertinya nenek Aminah tidak meneruskanya lagi karena sudah mulai takbiratul ikhram dan bercengkrama dengan Sang Rabbul Izati dalam sholat tahajudnya, aku hanya menarik nafas, penasaran kenapa nenek aminah tidak berbicara apa-apa lagi kecuali memberi tau kotak-kotak itu milik siapa, bahkan isinya aku juga tidak tau. Namun rasa penasaranku terselesaikan oleh rasa kantuk yang menyerangku.***

“Nadya, kami ber empat dan keluarga akan pulang besok, sampaikan salam maaf dan kangen kami pada ibu” sms mas Adit 5 menit sebelum azan subuh itu cukup membuatku melonjak kaget dan tertawa gembira , aku memberi tau kabar bahagia itu pada Fira “bangunkan nenek sholat subuh, mbak maw telp mas adit bentar ya,” aku menuju teras rumah, takut suaraku di rumah itu terdengar gaduh “ Assalamu’alaikum mas Adit ini Nadya” ujarku membuka pembicaraan , ku dengar luapan bahagia juga di seberang sana “maafkan mas ya Nadya, mas sudah banyak negerepotin Nadya, terima kasih banyak juga kamu sudah ngingetin mas atas kewajiban mas dan keluarga ke ibu, Alhamdulillah beberapa hari ini, mas dan adik-adik mas sering berdiskusi tentang ini sampai akhirnya kami memutuskan untuk menjenguk ibu, Asti yang keras dan seperti trauma jika mendengar tentang ibu juga akhirnya telp mas, maw ikut pulang, yach jujur kami sangat gemetar dan grogi, selain takut kami juga sangat kangen sama ibu” Aku menitikan air mata haru, “terimakasih ya Allah” syukurku “akhirnya engkau berikan kebahagiaan itu kepada nenek aminah” setelah mengakhiri cerita kami, terdengar suara azan di masjid Al Hikmah, aku segera menuju nenek Aminah dan Fira yang mungkin sudah menungguku sholat berjamaah.

Langkahku terhenti kaku, lidahku kelu, mataku mulai berkaca, kulihat Fira terduduk lemas di samping ranjang tempat nenek Aminah tidur dan beliau terbujur kaku, masih dengan mukena yang ia pakai, masih dengan posisi takbiratul ikhram, aku tak mampu lagi berbuat apa-apa, masih terngiang luapan kegembiraan mas Adit yang akan pulang siang ini, masih terbayang senyum dan kebahagiaan nenek Aminah bila bertemu para buah hatinya, adakah ini hasil dari niat baik yang di tunda-tunda oleh anak-anak nya, kenapa tidak menunggu sebentar saja, kenapa tidak pergi di pelukan orang-orang yang meninggalkanya beberapa tahun terakhir, kenapa begitu cepat? , semuanya tertulis bahwa detik ini hari ini dan jam ini ia harus pergi, ajal tidak boleh menunggu, tidak akan pernah. Hatiku terus berucap istighfar dan “innalillahiwainna ilahi raji’un”.***

Mas Adit, mas Restu , mas Andi tercenung menatap tiga kotak milik mereka yang di simpan dengan sangat baik oleh nenek Aminah semasa hidupnya yang tak lain adalah uang kiriman mereka yang tak pernah di sentuh oleh nenek aminah secuilpun , duka dan penyesalan menyelimuti pandangan mereka, mbak Asti masih pingsan ketika niat nya menjenguk ternyata mendapati ibunya telah tiada. Ah.. penyesalan bukan solusi sekarang ini, semua berlalu, terbang bersama ruh yang suci dan menghadap kekasih hati, di surga dan abadi. Amin. ***


Untuk mu yang masih punya ibu, dan pernah merasa marah padanya, peluklah ia hingga ia merasakan , engkau begitu menyayanginya.

For my mom I love you so much


Batam 22 May 2008

Tini


Nyanyian rindu dari Ibu

Ingin ku rengkuh harum mu dengan nyanyian rinduku
Dengan sentuhan kasihku
Aku tak tau bila masaku telah di ujung waktu
Meski aku ingin berlari mendapatimu
Tapi dayaku tak se Mega daya Sang Maha

Dengarlah anak ku,
Dengan nyanyian rinduku ku usap hatimu yang beku
Dengan ucapan cintaku ku harap engkau datang padaku

Dengarlah anak ku
Aku terbang dalam hayal memelukmu
Aku bersimpuh dalam sujud yang semu
Namun senja makin menghitam
Hingga kelam berselimut malam

Secuil amarah di dada ini
Tak berbekas oleh nyanyian rindu
Aku hanya ingin engkau tau anak ku
Hidupku, telah pergi sejak lama
Bersama langkahmu yang menjauh dari ku

No comments:

Post a Comment