Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Wednesday, 7 September 2011

Menulis (Lagi)

Lagi-lagi sekian lama meninggalkan blog ini tanpa tulisan dan tanpa kunjungan. Banyak sekali yang ingin di tulis, tapi sepertinya aku ingin bilang bahwa, bakat menulisku sudah hampir hilang sekarang.Padahal dulu aku pernah bilang pada setiap kawan yang bertanya, bagaimana caranya membuat tulisan ini ataupun itu, dan jawabanku simple saja, menulislah tanpa perduli orang lain menyukainya atau tidak, menulislah apa yang ingin kau tulis.

Aku resmi menikah dengan orang yang kucintai, Ahmad Rizkan  pada 8 Agustus 2010 lalu, dan kini usia pernikahan kami sudah memasuki tahun kedua, tak ada kata lain bahwa aku bersyukur diamanahi tanggung jawab menjadi istrinya.

Di edisi menulis lagiku, sedikit saja yang ingin kubagi :)

Tuesday, 1 February 2011

Menunggu, Mendapatkan, Kehilangan

Kami, selayaknya pasangan yang menikah pada umumnya, memiliki keturunan adalah salah satu tujuan  dari pernikahan kami. Mendidik anak-anak yang lahir dari darah daging kami dan juga mengemban amanah Nya untuk melahirkan generasi yang takut kepada Nya.

Namun hidup harus selalu tunduk pada Yang Maha Memberi, hingga bulan kelima berjalan  tamu bulananku masih setia berkunjung. Dan kami sadar ini adalah jawaban Rabb’ kami atas do’a yang senantiasa di mohonkan suamiku “Ya Allah, karuniakan anak pada kami di saat yang tepat”.

Dan saat yang tepat itu kemudian kami dapatkan pada bulan januari. Aku berselimut rasa haru ketika menyadari  hendak jadi ibu, ketika meraba perutku yang di dalamnya tengah tumbuh segumpal darah yang bernama  janin.  Ungkapan syukur  tak henti kami panjatkan. Allah tak membiarkan kami menunggu begitu lama.

Sejak dokter menyatakan aku positif hamil meski masih ragu-ragu karena belum terlihat tanda-tanda kehamilan saat di USG. Aku mulai berhati-hati menjaga kandunganku, menjauhi makanan yang notabene bisa membuatku gagal hamil. Terkadang akupun sering mengajak janinku berbicara, kembali aktif ber tadarus Al Qur’an yang kemudian ku tutup dengan do’a , semoga Allah mengilhamkan kebenaran ayat-ayat Alqur’an padaku dan pada anakku.

Semua terasa berjalan begitu singkat, ketika di penghujung bulan yang sama aku merasakan sakit luar biasa di rahimku dibarengi bercak darah selayaknya haid. Dokter tempat pertama aku memeriksakan diri menyatakan aku tengah kontraksi dan mungkin mengalami abortus. Sebelum kemudian aku di rujuk di UGD rumah sakit terdekat. Tapi rasa sakit itu membuatku terus berteriak, memohon pada semua yang tengah memperhatikanku untuk sedikit memberikan pertolongan agar rasa sakitku berkurang, tapi mungkin, para suster atau dokter dirumah sakit itu sudah terlampau biasa mendengar teriakan kesakitan dari pasiennya.

“Allahuakbar” aku terus berteriak menyebut asma Nya, tak ada lagi yang lain kecuali beristighfar memohon ampunan Nya jika rasa sakit ini adalah teguran Nya. 

“Tolong bius saya suster” ibaku pada suster yang tengah bertanya-tanya padaku

“Kami tidak bisa sembarangan mengambil tindakan, ini adalah proses alami, jika ingin menjadi ibu kita harus kuat, teruslah beristighfar, tahan rasa sakit itu” jawab sang suster

Dan aku mulai terdiam, suster benar, seorang ibu yang kukenal adalah orang-orang yang kuat, orang –orang yang rela syahid demi anak-anaknya. Orang yang akan menyembunyikan air mata dan rasa sakitnya di depan anak-anaknya. Dan aku tak lagi menjerit minta tolong pada siapapun, kutahan rasa sakit yang terus melilit perutku hingga aku di pindahkan dari ruang UGD ke ruang kebidanan. 

Rasa sakit itu reda dengan sendirinya ketika janin yang berusia empat minggu di rahimku telah meninggalkanku. Entah kenapa aku hanya tersenyum, bersyukur telah melewati rasa sakit yang terhebat kurasakan. Aku serasa tak menyadari bahwa aku telah kehilangan hal termanis yang kudapatkan dari penantian kami selama lima bulan.

Sebagai hamba Allah yang berfikir aku hanya berusaha menggali hikmah yang sebenarnya dari Menunggu, Mendapatkan dan Kehilangan.

“Ya Robbi habli minasholihin (Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh)”

“Fabasyar naahu bighulaamin halim (Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar)”

Al Qur’an Ash Shaaffat : 100 & 101


Batam, 2 Februari 2011
Tini

 

Wednesday, 22 September 2010

Masih

by. Tini

Masih tentang rindu aku ingin bercerita
Dipucuk hari yang bernama senja

Pernah aku bernyanyi
"Ku mencintaimu, lebih dari apapun"
Kemudian ku memohon ampun pada Rabb'ku
Tersadar hakikat cinta yang diajarkan Nya

Masih tentang rindu aku ingin berbagi
Di bawah cahaya yang bernama rembulan

Wujud rasa cinta itu adalah takut kehilanganmu
Perjuanganku mewalan sejuta galau
Persis seperti kedua sayap burung garuda membelah mega
Terbang tuk menemui ruang bernama keikhlasan

Masih tentang rasa aku ingin mengungkapkan
Uhibbukafillah
Aku mencintaimu karena Allah
I love you because of Allah

Sunday, 5 September 2010

Menikah Tanpa Pacaran Bukan Berarti Tanpa Cinta

Wah judulnya... tak disangka tini bisa menulisnya he he _^_

Anda pernah membaca sebuah tulisan singkat di sini

Tulisan itu saya buat sebelum datang sebuah pengubah idealisme saya sebulan kemudian, Allah Sang Penggerak hati, mengilhamkan dan membulatkan tekad saya untuk bertaaruf pada seorang ikhwan yang belum pernah saya lihat, bahkan belum pernah saya dengar sepak terjangnya dalam dunia kependekaran, ups maksud saya dalam dunia dakwah.

"Kamu tipikal wanita nekad," begitu komentar sedap yang mampir ketelinga. Seperti dapat memahami keraguan kebanyakan wanita, bagaimana mungkin memutuskan untuk menghabiskan sisa hidup dengan laki-laki yang belum dikenal lama. Namun saya berfikir, hidup saya sudah berjalan 24 tahun dan setiap keputusan yang saya ambil demi kemaslahatan hidup ini adalah "nekad", tapi bagi saya itu adalah tekad yang bersandar kepada Allah, rasa percaya penuh dan prasangka baik pada setiap garis takdirNya.

Dan siapapun boleh tidak percaya, bahwa masa berkenalan hingga pernikahan kami adalah dalam tempo 4 bulan. Karena ketidakpercayaan itu juga kami rasakan, bahkan pasca pernikahan kami, saya dan suami sering bilang "seperti mimpi." Sejujurnya dua-tiga hari menjelang pernikahan, saya dilanda rasa yang bercampur aduk -bahagia, haru, harap, takut-. Tapi saya sadar, sesadar-sadarnya bahwa pernikahan adalah bagian dari episode hidup, ibadah yang harus dilakoni oleh setiap hamba yang mengaku umat Rosulullah Sholallahu'alaihi Wasalam. Dan saya maklum, saya tidak akan mengerti bagaimana rasanya memahamkan dua kepribadian yang berbeda dalam satu kebersamaan jika saya tidak menjalani pernikahan itu sendiri.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar Rum : 21)

Sebuah cinta terlahir dari komitmen, halalnya sebuah hubungan memperindah cinta itu. Jikalau menafakuri ayat Nya, maka terpecik sadar bahwa hanya Allah lah yang menjadikan rasa kasih dan sayang antara seorang suami kepada isterinya. Seorang bijak pernah berkata "jika engkau menikahi seseorang, maka nikahilah kekurangannya, karena kelebihannya adalah hadiah yang diberikan Allah kepadamu"

Ada rasa tersendiri yang dirasakan seorang istri ketika suami pulang berjamaah dari masjid lalu mencium keningnya dan bertanya "sudah sholat?", dan  ada sebuah rasa syahdu menjadi makmum sang suami dalam sholat-sholat sunahnya.

Subhanallah....

And the last, I just wanna say "I'm lucky marry this man and I love him so much".

Batam, 6 September 2010
Tini

Tuesday, 20 July 2010

Friday, 21 May 2010

Waspada atau Buruk Sangka

Azan Magrib sudah berlalu setengah jam-an yang lalu. Kabut kelam mulai membungkus hari pada 21 May 2010 ketika kami melangkahkan kaki meninggalkan Rumah Sakit Budi Kemulyaan (RSBK) selepas menjenguk Mbak Lis tercinta. Status kami yang belum bersuami (bukan promosi ya :p ) memaksa kami untuk memutuskan bahwa biarlah kami sendiri saja menempuh perjalanan jauh menjangkau tempat berteduh alias pulang ke rumah.

“Simpang jam?” Tawarku pada pemilik taksi berplat resmi dibalas dengan tawaran harga yang mungkin lebih tinggi dari biasanya, dan kami menyetujuinya.

Tak kusangka di tengah perjalanan menuju Simpang Jam, kedua sahabat baikku yang Chinese ini justru membuatku bingung atau lebih tepatnya takut dengan penjelasan mereka bahwa mendapatkan taksi ke arah Sekupang bukanlah hal mudah. Pernyataan ini bukanlah tanpa sebab, telah berulang kali mereka merasakannya ketika hendak ke kantor pada hari libur.

Lili telah berpamitan lebih dulu sebelum taksi yang membawa kami sampai di Simpang Jam, karena rumahnya berada di bilangan Baloi. Tinggal aku dan Juju yang memiliki arah rumah yang juga berbeda, tapi yang jelas Simpang Jam adalah titik yang memisahkanku dengannya. Ia tinggal di Batam Centre dan aku di Sekupang.

Tawaranya untuk menemaniku hingga mendapatkan taksi kusambut dengan gembira. Dan tak berselang lama ketika akhirnya aku mendapatkan taksi yang sudi mengantarkanku pulang ke rumah. Mungkin sebab kalimat bahwa mendapatkan taksi untuk ke Sekupang tidak mudah membuatku lupa bahwa memilih taksi berplat hitam alias tidak resmi sangat membahayakan untuk seorang gadis yang berpergian sendirian.

Mungkin pembaca bisa membayangkan bagaimana rasa takut yang kuderita, ketika kemudian taksi yang kutumpangi mendapatkan tiga penumpang yang kesemuanya laki-laki. Aku rasanya ingin menumpahkan kemarahan pada adik laki-lakiku satu-satunya yang menolak menjemputku, karena alasan jauh. Dan pembaca pasti juga tau bagaimana asma Allah begitu lekat diseluruh aliran darahku.

Jika aku benar-benar pendekar berjilbab putih mungkin aku tidak perlu setakut ini atau mungkin bisa bertingkah galak ketika laki-laki asing disampingku terkadang memandangku dengan pandangan yang kupersepsikan sebagai pandangan aneh.

Kejadian tragis yang menimpa mahasiswi sebuah universitas swasta tahunan lalu serasa jelas membayang dalam ingatanku. Dan benar yang kupikirkan hanyalah berburuk sangka pada ke empat laki-laki yang berada dalam satu mobil denganku.

Dan terlepas dari suasana menakutkan dengan ending aku aman, bukan melepaskanku dari kesalahan berburuk sangka meski alasannya adalah waspada. Semoga Allah mengampuniku, amin.

Teringat sebuah pesan dari Rosulullah, hendaknya seorang wanita tidak keluar rumah tanpa ditemani muhrimnya.

Lalu pelajaran berharga apa yang ingin anda sampaikan setelah membaca sedikit ceritaku di atas?

Sunday, 16 May 2010

Pendekar Berjilbab Putih Part 3

Mereka sudah menunggunya saat pendekar berjilbab putih itu tiba. Seperti biasanya, Meydia tampak cantik dibalut jilbab putih dipadu dengan jubah dan celana panjang putih abu-abu, di pinggangnya tampak mengikat erat selendang biru muda berjuntai. Pedang yang terselempang di punggungnya menggambarkan ia bukan pendekar biasa. Tangan kanannya memegang erat sebuah tongkat berukuran sepundak dari tubuhnya. Ia sengaja membawanya agar tak melukai lawan-lawannya dengan pedangnya.

“Akhirnya kau datang juga” Ujar mereka membuat Meydia tersenyum tipis.

“Seorang pendekar muslimah sepertiku pantang ingkar janji, apa mau kalian sekarang? Bertarung denganku?” Tanya Meyda langsung.

“Hahaha kau yang mengundang kami kesini bukan?”

“Ya, aku harus membuat perjanjian dengan kalian”

“Ada perjanjian? Apa sama-sama menguntungkan, hahahaha.” Mereka tertawa bahak tampak senang. Wajah-wajah jahat itu memandangi Meyda.

“Kalian harus meninggalkan dusun ini.” Ucap Meyda tenang.

“Apa? Meninggalkan dusun ini? Hahaha.” Terdengar lagi gelak tawa mereka seolah apa yang diucapkan Meydia baru saja adalah lelucon.

“Bagaimana jika kami tidak mau?” Goda mereka dengan seringai nakal

“Maka aku akan memaksa kalian” Meydia menarik kaki kirinya membentuk kuda-kuda. Semilir angin malam di terangi cahaya bulan membuat Bukit Rejosari tempat Meydia berpijak terang benderang.

“Wow, ada yang akan menghajar kita rupanya, kau ingin pertarungan seperti apa? Satu lawan satu?”

“Jangan membuang waktuku, aku bisa mengusir kalian semua sekaligus” Teriak Meydia lantang.

“Jangan sombong gadis cantik!! Hiyat…”

Laki-laki bertubuh jangkung tampak gusar dan segera menyongsong meydia dengan tangan terkepal mengandung kekuatan. Meydia yang sedari tadi sudah bersiap dalam satu kali hentakan sudah melambungkan tubuhnya untuk menghindari serangan lawan. Dalam sekejab tubuh ringannya mendarat membelakangi sang lawan yang geram mendapati serangannya menghantam angin kosong belaka.

Meydia memutar tongkatnya kebelakang untuk menangkis pedang lawannya yang sudah terhunus dan seketika pedang itu terlempar diiringi pekikan kesakitan dari pemiliknya. Melihat temannya berlutut sambil memegangi tangannya, kelima lainnya tanpa basa-basi segera menyerang juga dengan pedang yang terhunus dan tampak berkilauan terkena sinar rembulan. Meydia segera menyiapkan jurus tongkat harimau. Seketika ia garang memainkan tongkatnya, sekali-kali tubuhnya berputar keatas dan mendarat kembali dengan tongkatnya yang juga sigap melakukan serangan. Tak membutuhkan waktu lama untuk membuat musuh-musuhnya kesakitan dan harus mengakui kekalahan mereka.

Pemimpin mereka yang sedari tadi menonton meski dilanda khawatir tetap berkelebat menyerang Meydia, gadis cantik itu memiringkan tubuhnya 90 derajat sebelum kemudian menendang tubuh lawan dengan kekuatan tidak penuh namun cukup membuat sang lawan terpental beberapa tomdfhhbak.

“Pergi kalian dari sini, jangan paksa aku membunuh kalian” Gertak Meydia, dan cukup membuat mereka tertatih-tatih membawa lari tubuh mereka yang lebam.

Sepasang mata mengawasi dari balik rimbunnya pohon, berdecak kagum atas kepiawaian Meydia menghajar lawan-lawannya. Sebelum akhirnya menyaksikan Meydia telah meninggalkan tempat itu dengan ilmu meringankan tubuhnya .

Bersambung