Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Sunday, 4 January 2009

Saya Tidak Ingin Cemburu

"Maka biarkan aku cemburu hanya pada detik aku merasa Allah pun tengah cemburu padamu"

Selama menikah saya pikir tidak ada kamus cemburu dalam rumah tangga kami . Seperti keluarga lain yang berusaha menerapkan keluarga religius dalam keseharian , kami percaya prinsip saling jujur dan percaya merupakan hal yang harus ada .

Apakah suami saya tidak tampan?
Tentu saja bukan karena itu. Meskipun saya memilihnya bukan karena wajah atau penampilan luar , saya mengakui betapa menariknya suami . Ini terbukti dari banyak gadis di kampusnya dulu yang jatuh hati, bahkan terang-terangan mengatakan ini di walimahan, . Di hadapan kami dua orang gadis mengatakan sempat naksir kepada suami saya semasa di kampus.

Saya yang mendengarkan kalimat yang di sampaikan serius meski dengan nada bergurau itu hanya tersenyum. Usia masih terbilang muda , hanya dua puluh dua tahun, tetapi tidak sedikitpun rasa cemburu menyelinap.

Apakah saya terlalu percaya diri?
Saya kira tidak, sebaliknya saya cukup tau diri dengan wajah yang pas-pasan. Entahlah, tapi saya yakin suami mencintai saya apa adanya . Dan caranya mengukapkan itu elama ini jelas memiliki andil besar dalam ketenangan saya.

Sebelum menikah saya tidak pernah berpacaran, memang sampai dekat dengan satu dua lawan jenis, tapi hubungan kami lebih seperti sahabat ketimbang pacar. Sekalipun ketika itu saya belum berjilbab, tetapi kesadaran menjaga diri saya memang cukup tinggi. Saya tidak mau berduaan di tempat sepi, bahkan ketika di bonceng motor pun, tangan saya bertahan hanya memegang jok motor, dan tidak pernah melingkar manis di pinggang teman pria.

Otomatis ketika menikah , maka suami menjadi lelaki pertama yang memiliki kontak fisik . Dan saya percaya, hal inilah yang dengan cepat membangun cinta yang sebelumnya tidak ada di antara saya dan suami. Maklum kami menikah tidak melalui proses pacaran . Apalagi suami benar-benar memperlakukan saya seperti ratu. Tidak jarang dia memberi surprise dengan menyiapkan sarapan pagi ketika ia bangun lebih awal dan kejutan-kejutan manis lainya.

Dia adalah sosok suami dan ayah yang baik, tipe pamily man yang banyak menghabiskan waktu di rumah selepas pulang kerja dan tidak pernah keluyuran.

Begitulah hingga anak ke empat lahir, tidak ada cemburu di antara kami, rumah tangga tetap tenteram. Demi komitmen kepada keluarga , sejak anak pertama lahir saya memutuskan bekerja di rumah. Pekerjaan saya sebagai illustrator buku anak cukup memungkinkan untuk itu.

Semua terasa sempurna . Saya kira itu jugalah yang ada di gambaran orang luar tentang keluarga kami. Bahkan saya dan suami kerap menjadi tempat curhat keluarga lain.

Beberapa istri yang di hantui kecemburuan karena suami mereka yang sewaktu menikah cukup baik keislamanya, tapi sekarang mulai tampak "genit" selalu saya nasihati untuk tetap berpikir positif dan tidak berburuk sangka terhadap suami.

"barangkali pekerjaan suamimu menuntut itu"
"lingkungan pergaulanya memang kalangan profesional, saya kira dia hanya berusaha tampil lebih luwes di kalangan umum"

Saran lain yang kerap lahir dari lisan saya
"nikmati saja kan bagus suami merawat diri. Istri-istri lain banyak lho yang ngeluh karena suami mereka sama sekali tidak memperhatikan penampilan ketika keluar rumah"

Dan saya bahagia jika para istri yang semburu dan kuatir suami mereka diam-diam sudah menikah lagi, kemudian bisa mengusap air mata dan pulang lebih tenang.

Karier yang Melesat

Seiring waktu, karier suami melesat jauh lebih baik dari yang bisa kami harapkan. ketika menikah, penghasilan suami hanya dua atau tiga ratus ribu rupiah per bulan , dari pekerjaannya di bidang edutainment. tetapi sekaranf meningkat berpuluh lipat, seiring bertambahnya anak kami.

Beberapa teman sesama muslimah sempat menggoda penampilan suami yang menurut mereka makin modis, ada juga yang membisiki saya dengan kamimat serius

"hati-hati puber kedua suami lho, Dik..."

Seperti biasa saya hanya tertawa, tentu saja mata saya tidak luput terhadap perubahan penampilan suami. tetapi kepercayaan terhadap lelaki itu tidak pernah berkurang sedikit pun. Sebab kecuali penampilan , tidak ada yang berubah. Perhatianya terhadap saya dan anak-anak tidak berubah. Kejutan-kejutan manisnya masih ada. Kami masih sering jalan dan makan malam berdua seperti layaknya pengantin baru.

Bicara soal ibadah?
Alhamdulillah, suami masih menjaga ibadanya seperti ketika dia masih aktivis rohis di kampus. Shalatnya masih tepat waktu . Tidak hanya itu, kebiasaan sholat malamnya tidak hilang. Pun puasa senin kamis. Jadi apa yang harus saya kuatir kan?

Setiap hari lelaki itu tetap pulang tepat waktu, memang ada beberapa kali dalam sebulan, agenda keluar kota, biasanya ke Bogor tapi itu murni terkait pekerjaan.

Jadi tidak ada alasan bagi saya untuk cemburu , hanya karena dia sekarang lebih rapi, memilih baju dan sepatu yang ber merk, atau rutin menyemprot parfum sebelum keluar rumah

Saya tidak ingin hati mengambil alih logika, apalagi sejauh ini perasaan saya masih tenteram dan sama sekali tidak ada kecurigaan apa-apa. Sekalipun suami memegang dua handphone kemana-mana, saya merasa tidak perlu mencurigai apalagi terdorong untuk mengecek siapa saja yang di telpon nya seharian itu atau mencuri-curi membaca deretan SMS yang di terimanya.

Hanya istri-istri yang tidak percaya pada kekuatan hubunagan dengan pasanganyalah yang melakukan demikian, pikir saya.

Berita suami A selingkuh atau suami B dan C poligami tidak membuat saya menjadi istri yang paranoid. Cemburu bagi saya hanya menyesakan hati . Sementara dengan hati suram, bagaimana saya bisa maksimal merawat anak-anak dan suami? belum lagi mengerjakan order-order illustrasi yang sering datang tiba-tiba.

Bisa-bisa gara-gara istri yang cemburuan suami menjadi pusing dan jenuh berada di rumah. Dan saya menjaga betul, agar suami senantiasa nyaman dan merasa teduh sepulang dari kantor.

Perempuan Misterius

Alhamdulillah logika saya sejauh ini selalu menang. konon di antara muslimah semasa di kampus, saya termasuk yang porsi logikanya sering di samakan dengan lelaki . Ketika Muslimah lain menangis, ngambek dan marah-marah , saya masih bisa berpikir rasional dan berpikir dengan jernih. Suami tau itu dan kerap memberi pujian.

Suatu hari ponsel suami yang CDMA tertinggal. Kebetulan saya baru saja ganti handset karena handphone hilang sehari sebelumnya . Karena memerlukan beberapa kontak, tanpa ragu saya pun meraih handphone suami. Sebab biasanya suami juga menyimpan beberapa nomor kontak saya.

Awalnya saya tidak terusik membuka inbox SMS suami. Hanya menelusuri deret huruf kontak yang saya perlukan . Hingga kemudian saya meneapa satu nama yang menurut saya ganjil berada di sana.

Suami adalah tipe lelaki serius , pendiam dan sangat dewasa, lalu bagaimana ada kontak bernama "spongebob" di listnya?

Ada sesuatu yang tiba-tiba berdetak di hati, namun saya lawan sebisanya . Pastilah ini hanya gurauan . Bisa jadi ketika saya buka , nomor tersebut merupakan nomor handphone adik perempuan, sepupu, atau keponakan atau bisa jadi teman kantor . Saya bayangkan suami akan terpingkal-pingkal ketika saya ceritakan ini.

Saya ingat sempat termenung beberapa lama sebelum membuka kotak SMS, bagi saya HP dan agenda adalah hal yang private dan saya sangat menghormati privacy suami saya . Tapi entahlah ada apa hari itu , firasat seorang istrikah yang akhrinya membuat saya bereaksi berbeda?

Untuk pertama kalinya logika saya kalah, saya akhirnya tergoda untuk menggerakan jari memencet keyphone untuk membuka baris sms yang masuk. Debaran di hati saya bertambah ketika saya menemukan empat SMS dari "spongebob".

Saya membaca basmallah, dan berdoa sebelum akhirnya memutuskan membaca SMS misterius tersebut. SMS pertama dan kedua hanyalah kalimat resmi tentang janji ketemu. Tapi menginjak SMS ketiga, saya kaget menemukan kalimat-kalimat mesra di dalamnya.

Tetapi bukankah siapa saja bisa berkata mesra?
Bukankah yang lebih penting adalah bagaimana sikap suami terhadap yang bersangkutan dan bukankah sebaliknya?

Nalar saya bicara . saya tutup kotak pesan masuk dan mencoba menelusuri box sent item. Kepala saya mulai berdenyut. Jari-jari saya gemetar saat menemukan empat SMS dari suami sebagai balasan terhadap SMS si "Spongebob"

SMS pertama biasa saja, tetapi SMS kedua?
"hari ini menemani anak-anak karate, sayang sedang apa? jangan terlambat makan, ya?"

Saya periksa tanggal SMS tersebut di kirimkan Ahad lalu, hari yang sama ketika suami menemani ketiga anak kami latihan karate. Sementara saya seharian di rumah menemani si bungsu yang sedang sakit.

Ketika membaca SMS -SMS balasan berikutnya , perasaan semakin di remas-remas, kedua kaki saya seakan lumpuh dan tidak bertenaga. Sementara kepala sontak berdenyut-denyut

Ahh bagaimana mungkin?
Suami saya lelaki yang taat beribadah, Al- Ma'tsuratnya tak pernah tertinggal setiap sholat Subuh. Dia mungkin lelaki terakhir yang akan saya curigai untuk berselingkuh.

Mungkinkah semua ini hanya guyonan?
Tidak , dia tipe pemikir dan sangat menjaga pergaulan dengan lawan jenis. Saya tidak menemukan alasan suami memanggil perempuan lain dengan sebutan "Sayang"!

Kemesraan di dalam SMS-SMS berikutnya yang di kirim suami , semakin mengukuhkan jalinan cinta keduanya. Betapapun saya berusaha berprasangka baik , sia-sia bagi saya menemukan sudut pandang yang mungkin bisa membantah kecemasan saya.

Sesorean itu sepanjang shalat Ashar dan menenangkan diri dalam tilawah . Saya menangis. Lima belas tahun pernikahan belum pernah sekalipun suami membuat saya menangis . Tapi hari itu saya benar-benar terisak.

Ketika suami pulang saya mencoba menahan diri dan melayaninya seperti biasa . tetapi tangis yang saya tahan akhirnya tumpah juga ketika kami sudah berada di tempat tidur dan siap beristirahat. Dengan lembut seperti biasa suami menanyakan apa yang membuat saya begitu sedih.

Saya tidak menjawab , saya raih handphone , membuka sent item dan saya sodorkan SMS yang di ketik oleh suami untuk si "spongebob"

Sikap saya berubah dingin. Saya perhatikan raut wajah suami berubah , tidak lama kemudian ia terisak-isak dan merengkuh saya.

"Aa minta maaf, Aa khilaf..."

Ada air mata yang kini juga jatuh di pipi suami. Dia memandangi saya, dia usap-usap wajah saya seraya mengulangi permintaan maafnya.

"Tapi belum jauh Dik, tidak ada yang terjadi" Berawal di dunia maya kedekatan mereka terjalin.

"Usianya tiga puluh tahun, belum menikah... Dia tinggal di Bogor"

Gadis itu sering curhat kepada suami soal apa saja.

"Sudah berapa lama Aa?"

Suami saya diam, matanya tampak ragu...

"Saya ingin Aa jujur... tidak apa"

Lelaki itu terdiam menghela nafas

"tiga tahun, dik"

Saya tercenung mendengar pengakuanya, tiga tahun begitu lama. Bagaimana mata saya bisa di butakan selama itu?

Di sisi saya suami terisak.

Setelah dialog malam itu, sulit bagi saya membangun kepercayaan kepada suami . Saya terus-menerus memikirkan angka tiga tahun, imajinasi saya berputar-putar, Tiga tahun waktu yang lama, apa saja yang sudah terjadi di antara mereka? Hancur hati saya membayangkanya.

Sementara ini saya mengungsi di rumah Ibu. Sudah enam bulan sejak penghianatan mereka saya ketahui (keduanya belum menikah). Saya berharap , waktu bisa memberi saya kejernihan hati untuk melakukan hal yang benar

(Berdasarkan kisah mbak... )

No comments:

Post a Comment