Namanya Jazmine, namun ia lebih suka di panggil Jaz, secara karena ia menyukai lagu Jazz , plus ia ga mau keliatan feminim meski dari segi nama saja. Penampilan Jaz memang boy banget, ini terlihat dari rambutnya yang trondol abis , memang sejak meninggalkan kampung halamannya dan mengadu nasib ke Batam, Jaz merubah gaya hidupnya, ia yang dulu hanya bisa mengkeret , tidak bebas berkreasi alias "nggeh-nggeh" saja kalo di atur orang tua, kini ia menjadi orang lain, atau bagi Jaz lebih tepatnya ia telah menjadi dirinya sendiri.
Tapi Jaz tetap menghormati kebebasan yang berbatas, kebebasan yang ia miliki sekarang adalah kebebasan menentukan arah hidupnya , kebebasan bermimpi dan bercita-cita, ini terbukti ketika ia memutuskan untuk meneruskan ke perguruan tinggi di Batam, meski Jaz tidak mendapatkan restu dari orang tua nya yang memang punya pandangan kolot tentang dunia pendidikan, tapi bagi Jaz menyerah pada keputusan ortu soal yang satu ini harus di hindari betul.
Cara Jaz meminta izin ke orang tuanya yang ada di kampung pelosok sana adalah dengan mengirimkan surat , belum ada handphone, apalagi internet, jangankan itu, PLN aja enggan menjenguk desa terpencil itu, alhasil surat Jaz nyampe satu bulan kemudian, masih untung lho nyampe , biasanya mampir ke rumah penduduk yang lain dan di biarin aja gitu. ketika orang tua nya membaca tulisan Jaz di bantu oleh adik kecil Jaz yang duduk di kelas 1 SMP mereka melotot geram, sedang Jaz sudah mendaftarkan diri ke Kampus UNRIKA, bagi Jaz dengan atau tanpa persetujuan mereka Jaz harus tetap kuliah. (weizz, maju terus Jazz)
***
Nduk...
kok pake acara kuliah-kuliah juga toh, dadi wong wedok ki mbok ga usah neko-neko, ndang balek terus rabi, tugasmu yo mong ngurus anak-anak mu engko
Lha engko awakmu oleh biaya ko ndi? emange wong tuamu iki wong sugeh?
Wes ndang balek nek ora kenek di kandani
(Nak
kok pake acara kuliah-kuliah juga toh, jadi anak perempuan itu ga usah aneh-aneh, cepat pulang terus menikah, tugasmuya cuma mengurus anak-anamkmu
Trus nanti kamu dapat biaya dari mana? memangnya orang tuamu ini orang kaya?
Udah cepet pulang kalo ga bisa di nasehatin.)
Surat balasan dari orang tua Jaz mampir ketangan nya lima bulan kemudian , yap tepatnya hampir satu semester Jaz menyandang predikat mahasiswi, meski jawabannya sama dengan dugaan tapi Jaz merasa tersinggung dengan apa yang di sampaikan orang tuanya, dia sudah mati-matian bekerja kemudian kuliah, seharusnya mereka bangga, bukan malah mengendorkan semangatnya.
Rasa marah itu membuat Jaz diam, kini ia mulai merenggangkan komunikasi dengan keluarganya, yang ada di pikirannya adalah segera menuntaskan kuliahnya, dengan bekal ilmu yang dia dapat, ia akan buktikan pada mereka bahwa , peran wanita tidak hanya sebatas mengurus anak-anak tapi lebih dari itu.
***
"Udah sholat Jaz" pertanyaan itu mampir ke telinga Jaz ketika istirahat sholat Magrib di kampus hampir sampai ke ujungnya, Jaz hanya membalas dengan senyuman, dia sudah lama meninggalkan rutinitas sholat yang baginya tak bermakna apa-apa itu.
"hey.. sholat gih, sebelum di sholatkan" jantung Jaz lumayan berdegup juga, ia selalu begidik takut jika mengingat kematian, ia ingat ketika ada anak fakultas ekonomi di tingkat yang sama dengannya meninggal karena kecelakaan beberapa hari lalu.
"Assalamu'alaykum..." terdengar suara salam yang memecahkan lamunan Jaz, teman sekelasnya baru datang dan menyapa orang yang menanyakan status sholatnya tadi. mereka bersalaman hangat dengan mencium pipi kanan dan kiri kemudian berpaling ke Jaz dan mengulurkan tangan, tanpa cipika-cipiki, bagi Jaz mereka terlalu norak, setiap ketemu selalu ada ciuman pipi tapi keakraban mereka membuat Jaz iri, mereka seperti saudara, ah sesaat Jaz merindukan keluarganya, adik satu-satunya yang ikut jadi korban atas kemarahannya kepada orang tuanya, surat mereka mampir dua kali ke tangan Jaz, tapi ia tak mengacuhkannya, sampai akhirnya merekapun diam, hanya sesekali sms dari sepupunya yang juga di Batam tapi berlokasi di Muka Kuning menanyakan kabarnya.
"Jaz , besok ada mentoring di kampus, ikut yach" Jaz berfikir
"ayolah, ga lama kok, paling satu jam an aja, eh jangan lupa pake jilbab yach"
"nanti dech, ku hubungi" jawab Jaz sekenanya.
***
Meski awalnya ogah-ogahan namun atas karunia Nya hidayah itu menyentuh hati Jaz juga, ia tak bisa berbohong bahwa ia membutuhkan sahabat, selain itu otak cerdasnya juga mulai mencerna tentang hakikat hidup, dari mana ia berasal dan akan kemana ia kembali, ia tidak menyangka ketika orang mengatakan bahwa Batam mempunyai pengaruh buruk justru baginya Batam adalah tempat ia menemukan cinta kepada Tuhan, Yang Menciptakan Langit dan Bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Ia mengerti bahwa ketika Allah menghendaki sebuah hidayah kepada hamba Nya, entah di manapun ia berada pasti akan terjadi juga
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk". (QS. Al Qashash : 56)
***
Jaz tak bisa memejamkan mata, padahal tempat kostnya di Perumahan Klasik Batu Aji sudah senyap, Jaz merindukan kedua orang tuanya, tadi siang pas mentoring , mata Jaz bengkak ketika ia menangis dan menyesali betapa jahatnya ia mengacuhkan keluarganya yang sejatinya memiliki cinta untuknya, ia menyadari bahwa orang tuanya hanya membutuhkan penjelasan secara gamblang tentang dunia perkuliahan, bukankah orang tuanya mengizinkannya sekolah hingga SMU ketika masih berada dalam asuhan mereka, bukankah nama Jazmine sangat modern , meski mereka mendapatkan nama itu ketika menonton sinetron lawas, yang mereka sendiri tidak tau bahwa Jazmine hampir mempunya arti yang sama dengan Melati , dengan cucuran air mata penyesalan Jaz menyusun kalimat dalam sebuah surat yang rencananya akan ia poskan besok pagi.
***
Handphone Jaz berdering ketika ia bersiap menuju tempat kerjanya, telpon dari sepupunya.
"Hai Jazmine, kamu ga pernah ngasih kabar ke keluargamu yach?, kemaren aku nelpon emak ku, sekarang ada telp tuch di tempat kita tapi jauh dan mahal, tapi ga papalah khan yang penting bisa ngobrol ,emak mu pengen ngomong tuch ma kamu" cerocos nya tanpa henti, namun rasa bahagia mengaliri darah Jaz.
"Oh ya, alhamdulillah, jadi gimana aku bisa hubungi emak, Nan?" Nany yang di tanya memberikan no telp yang bisa di hubungi Jazmine.
di kampus Jazmine berwajah lesu
"kenapa Jazmine" tanya sahabatnya
"Bapak sakit dan aku harus pulang" Jazmine menangis di pundak sahabatnya, setelah paginya ia berbicara dengan ibunya dan meminta maaf
"kapan mau pulang, sebentar lagi khan ujian" pertanyaan itu di jawab gelengan kepala oleh Jazmine, bukan hanya karena ujian saja tapi karena ia tidak memiliki biaya untuk pulang.
"Aku jahat, ini karena aku tidak perduli mereka" isak tangis Jazmine makin menjadi
"sudah-sudah, Allah Maha Mengampuni, dan sekarang yang terpenting orang tuamu sudah memaafkanmu"
***
Jazmine berjilbab, setelah berpikir cukup lama akhirnya Jazmine memutuskan berjilbab, melaksanakan kewajiban yang "kata sebagian muslimah" berat, tapi bagi Jazmine tidak ada pilihan lain, ketika ia menyatakan Allah sebagai Tuhannya maka apapun aturannya , berat atau tidak harus segera di laksanakan. Ia bersyukur karena keadaan orang tuanya membaik sejak dua bulan yang lalu, tapi tekad nya untuk segera menjenguk mereka tetap harus di laksanakan, ia memang memutuskan mengenakan hijabnya ketika pulang ke kampung halamannya.
"hati-hati di jalan yach Jaz.."
"Jazmine.." potong jazmine yang memang lebih suka di panggil dengan nama itu sekarang
"iya- iya, salam buat orang tua"
"yups, Jazakillah ya mau nganterin ke Bandara gini, padahal jauh khan Batu Aji ke Hang Nadim"
"halah, gaya bicaramu itu lho, eh hampir lupa, ada surat nech dari someone"
"surat? apaan sich.. becanda aja dech"
"yee sapa yang becanda, udah baca nya entar aja di pesawat, jangan lupa calling me yach, cerita" kedipan mata sahabatnya menggodanya
"InsyaAllah... udah aku masuk dulu, Assalamu'alaykum" Jazmine memeluk sahabatnya erat yang di balas pelukan dan salam oleh sahabatnya
***
Dear ukhty Jazmine
Assalamu'alaykum,
Afwan kalo surat ini membuatmu terkejut, saya hanya ingin menyampaikan niat baik dengan cara yang baik InsyaAllah,
setelah istikharah beberapa hari alhamdulillah saya mantab mengatakan ini kepadamu, saya ingin menyempurnakan dien ini dengan menjadi qowam mu, dengan menjadi ayah yang baik untuk anak-anakmu, dengan menjadi anak yang baik untuk orang tuamu, menjadi saudara yang baik untuk saudara-saudaramu.
Ukhty Jazmine...
sholat istikharahlah , serahkan semua jawaban kepada Allah, saya menginginkan jawaban mu paling cepat satu minggu setelah surat ini dan paling lama sebulan.
Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untuk kita , amin.
Hati-hati di jalan , titip salam untuk calon mertua, masih ingat khan no Hp saya untuk memberi jawaban? hehehe
Wassalamu'alaykum
Dafa
Jazmine mengusap air matanya , ia terharu, bukankah Dafa adalah satu- satunya pria yang selama ini membuat jantungnya berdebar-debar.
"Subhanallah.... Oh Batam, I'm in Love , To Allah, My Parents, Dafa and All"
Tunggu aku Batam, InsyaAllah aku kembali, karena aku pasti rindu dengan Barelang mu, dengan teh obeng dan mie ayam, dengan orang-orang yang menumbuhkan banyak cinta di tempatmu.
Tapi Jaz tetap menghormati kebebasan yang berbatas, kebebasan yang ia miliki sekarang adalah kebebasan menentukan arah hidupnya , kebebasan bermimpi dan bercita-cita, ini terbukti ketika ia memutuskan untuk meneruskan ke perguruan tinggi di Batam, meski Jaz tidak mendapatkan restu dari orang tua nya yang memang punya pandangan kolot tentang dunia pendidikan, tapi bagi Jaz menyerah pada keputusan ortu soal yang satu ini harus di hindari betul.
Cara Jaz meminta izin ke orang tuanya yang ada di kampung pelosok sana adalah dengan mengirimkan surat , belum ada handphone, apalagi internet, jangankan itu, PLN aja enggan menjenguk desa terpencil itu, alhasil surat Jaz nyampe satu bulan kemudian, masih untung lho nyampe , biasanya mampir ke rumah penduduk yang lain dan di biarin aja gitu. ketika orang tua nya membaca tulisan Jaz di bantu oleh adik kecil Jaz yang duduk di kelas 1 SMP mereka melotot geram, sedang Jaz sudah mendaftarkan diri ke Kampus UNRIKA, bagi Jaz dengan atau tanpa persetujuan mereka Jaz harus tetap kuliah. (weizz, maju terus Jazz)
***
Nduk...
kok pake acara kuliah-kuliah juga toh, dadi wong wedok ki mbok ga usah neko-neko, ndang balek terus rabi, tugasmu yo mong ngurus anak-anak mu engko
Lha engko awakmu oleh biaya ko ndi? emange wong tuamu iki wong sugeh?
Wes ndang balek nek ora kenek di kandani
(Nak
kok pake acara kuliah-kuliah juga toh, jadi anak perempuan itu ga usah aneh-aneh, cepat pulang terus menikah, tugasmuya cuma mengurus anak-anamkmu
Trus nanti kamu dapat biaya dari mana? memangnya orang tuamu ini orang kaya?
Udah cepet pulang kalo ga bisa di nasehatin.)
Surat balasan dari orang tua Jaz mampir ketangan nya lima bulan kemudian , yap tepatnya hampir satu semester Jaz menyandang predikat mahasiswi, meski jawabannya sama dengan dugaan tapi Jaz merasa tersinggung dengan apa yang di sampaikan orang tuanya, dia sudah mati-matian bekerja kemudian kuliah, seharusnya mereka bangga, bukan malah mengendorkan semangatnya.
Rasa marah itu membuat Jaz diam, kini ia mulai merenggangkan komunikasi dengan keluarganya, yang ada di pikirannya adalah segera menuntaskan kuliahnya, dengan bekal ilmu yang dia dapat, ia akan buktikan pada mereka bahwa , peran wanita tidak hanya sebatas mengurus anak-anak tapi lebih dari itu.
***
"Udah sholat Jaz" pertanyaan itu mampir ke telinga Jaz ketika istirahat sholat Magrib di kampus hampir sampai ke ujungnya, Jaz hanya membalas dengan senyuman, dia sudah lama meninggalkan rutinitas sholat yang baginya tak bermakna apa-apa itu.
"hey.. sholat gih, sebelum di sholatkan" jantung Jaz lumayan berdegup juga, ia selalu begidik takut jika mengingat kematian, ia ingat ketika ada anak fakultas ekonomi di tingkat yang sama dengannya meninggal karena kecelakaan beberapa hari lalu.
"Assalamu'alaykum..." terdengar suara salam yang memecahkan lamunan Jaz, teman sekelasnya baru datang dan menyapa orang yang menanyakan status sholatnya tadi. mereka bersalaman hangat dengan mencium pipi kanan dan kiri kemudian berpaling ke Jaz dan mengulurkan tangan, tanpa cipika-cipiki, bagi Jaz mereka terlalu norak, setiap ketemu selalu ada ciuman pipi tapi keakraban mereka membuat Jaz iri, mereka seperti saudara, ah sesaat Jaz merindukan keluarganya, adik satu-satunya yang ikut jadi korban atas kemarahannya kepada orang tuanya, surat mereka mampir dua kali ke tangan Jaz, tapi ia tak mengacuhkannya, sampai akhirnya merekapun diam, hanya sesekali sms dari sepupunya yang juga di Batam tapi berlokasi di Muka Kuning menanyakan kabarnya.
"Jaz , besok ada mentoring di kampus, ikut yach" Jaz berfikir
"ayolah, ga lama kok, paling satu jam an aja, eh jangan lupa pake jilbab yach"
"nanti dech, ku hubungi" jawab Jaz sekenanya.
***
Meski awalnya ogah-ogahan namun atas karunia Nya hidayah itu menyentuh hati Jaz juga, ia tak bisa berbohong bahwa ia membutuhkan sahabat, selain itu otak cerdasnya juga mulai mencerna tentang hakikat hidup, dari mana ia berasal dan akan kemana ia kembali, ia tidak menyangka ketika orang mengatakan bahwa Batam mempunyai pengaruh buruk justru baginya Batam adalah tempat ia menemukan cinta kepada Tuhan, Yang Menciptakan Langit dan Bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Ia mengerti bahwa ketika Allah menghendaki sebuah hidayah kepada hamba Nya, entah di manapun ia berada pasti akan terjadi juga
"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk". (QS. Al Qashash : 56)
***
Jaz tak bisa memejamkan mata, padahal tempat kostnya di Perumahan Klasik Batu Aji sudah senyap, Jaz merindukan kedua orang tuanya, tadi siang pas mentoring , mata Jaz bengkak ketika ia menangis dan menyesali betapa jahatnya ia mengacuhkan keluarganya yang sejatinya memiliki cinta untuknya, ia menyadari bahwa orang tuanya hanya membutuhkan penjelasan secara gamblang tentang dunia perkuliahan, bukankah orang tuanya mengizinkannya sekolah hingga SMU ketika masih berada dalam asuhan mereka, bukankah nama Jazmine sangat modern , meski mereka mendapatkan nama itu ketika menonton sinetron lawas, yang mereka sendiri tidak tau bahwa Jazmine hampir mempunya arti yang sama dengan Melati , dengan cucuran air mata penyesalan Jaz menyusun kalimat dalam sebuah surat yang rencananya akan ia poskan besok pagi.
***
Handphone Jaz berdering ketika ia bersiap menuju tempat kerjanya, telpon dari sepupunya.
"Hai Jazmine, kamu ga pernah ngasih kabar ke keluargamu yach?, kemaren aku nelpon emak ku, sekarang ada telp tuch di tempat kita tapi jauh dan mahal, tapi ga papalah khan yang penting bisa ngobrol ,emak mu pengen ngomong tuch ma kamu" cerocos nya tanpa henti, namun rasa bahagia mengaliri darah Jaz.
"Oh ya, alhamdulillah, jadi gimana aku bisa hubungi emak, Nan?" Nany yang di tanya memberikan no telp yang bisa di hubungi Jazmine.
di kampus Jazmine berwajah lesu
"kenapa Jazmine" tanya sahabatnya
"Bapak sakit dan aku harus pulang" Jazmine menangis di pundak sahabatnya, setelah paginya ia berbicara dengan ibunya dan meminta maaf
"kapan mau pulang, sebentar lagi khan ujian" pertanyaan itu di jawab gelengan kepala oleh Jazmine, bukan hanya karena ujian saja tapi karena ia tidak memiliki biaya untuk pulang.
"Aku jahat, ini karena aku tidak perduli mereka" isak tangis Jazmine makin menjadi
"sudah-sudah, Allah Maha Mengampuni, dan sekarang yang terpenting orang tuamu sudah memaafkanmu"
***
Jazmine berjilbab, setelah berpikir cukup lama akhirnya Jazmine memutuskan berjilbab, melaksanakan kewajiban yang "kata sebagian muslimah" berat, tapi bagi Jazmine tidak ada pilihan lain, ketika ia menyatakan Allah sebagai Tuhannya maka apapun aturannya , berat atau tidak harus segera di laksanakan. Ia bersyukur karena keadaan orang tuanya membaik sejak dua bulan yang lalu, tapi tekad nya untuk segera menjenguk mereka tetap harus di laksanakan, ia memang memutuskan mengenakan hijabnya ketika pulang ke kampung halamannya.
"hati-hati di jalan yach Jaz.."
"Jazmine.." potong jazmine yang memang lebih suka di panggil dengan nama itu sekarang
"iya- iya, salam buat orang tua"
"yups, Jazakillah ya mau nganterin ke Bandara gini, padahal jauh khan Batu Aji ke Hang Nadim"
"halah, gaya bicaramu itu lho, eh hampir lupa, ada surat nech dari someone"
"surat? apaan sich.. becanda aja dech"
"yee sapa yang becanda, udah baca nya entar aja di pesawat, jangan lupa calling me yach, cerita" kedipan mata sahabatnya menggodanya
"InsyaAllah... udah aku masuk dulu, Assalamu'alaykum" Jazmine memeluk sahabatnya erat yang di balas pelukan dan salam oleh sahabatnya
***
Dear ukhty Jazmine
Assalamu'alaykum,
Afwan kalo surat ini membuatmu terkejut, saya hanya ingin menyampaikan niat baik dengan cara yang baik InsyaAllah,
setelah istikharah beberapa hari alhamdulillah saya mantab mengatakan ini kepadamu, saya ingin menyempurnakan dien ini dengan menjadi qowam mu, dengan menjadi ayah yang baik untuk anak-anakmu, dengan menjadi anak yang baik untuk orang tuamu, menjadi saudara yang baik untuk saudara-saudaramu.
Ukhty Jazmine...
sholat istikharahlah , serahkan semua jawaban kepada Allah, saya menginginkan jawaban mu paling cepat satu minggu setelah surat ini dan paling lama sebulan.
Semoga Allah memberikan jalan yang terbaik untuk kita , amin.
Hati-hati di jalan , titip salam untuk calon mertua, masih ingat khan no Hp saya untuk memberi jawaban? hehehe
Wassalamu'alaykum
Dafa
Jazmine mengusap air matanya , ia terharu, bukankah Dafa adalah satu- satunya pria yang selama ini membuat jantungnya berdebar-debar.
"Subhanallah.... Oh Batam, I'm in Love , To Allah, My Parents, Dafa and All"
Tunggu aku Batam, InsyaAllah aku kembali, karena aku pasti rindu dengan Barelang mu, dengan teh obeng dan mie ayam, dengan orang-orang yang menumbuhkan banyak cinta di tempatmu.
No comments:
Post a Comment