Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Wednesday, 29 April 2009

Cerpen: Rinai Hujan di Langit Batam

by. Tiny

Kekecewaan itu cukup terpendam di hatinya saja, ia berlari menembus hujan deras yang terus mengguyur kota Batam siang itu, memang pantang bagi seorang pria menangis, tapi kini ia benar-benar ingin menangis , untuk meluahkan sejuta gundah akan takdir hidup yang harus ia jalani, tentu saja ia merasa menjadi orang termalang dari sekian anak-anak yang beruntung di usianya, mimpinya sangat sederhana yaitu ingin meneruskan sekolah hingga ke jenjang SMA, ia telah "mandeg" selama satu tahun untuk menunggu belas kasih kedua orang tuanya agar berbaik hati membiayai sekolahnya. Tapi bukan karena orang tuanya tak berbaik hati, tapi mereka sendiri bingung dan merasa sangat kekurangan untuk bisa menyisihkan dana sekolah putra sulungnya itu.
***

Rumahnya di bangun di atas tanah yang memang bukan milik mereka, hidup di pinggiran lembah dan sudut kawasan Industri Sekupang, Batam. Dengan di suguhi bentangan air laut di belakang rumah tempat mereka membuang berbagai macam limbah dan sampah. "Miskin" , itu satu gambaran yang pas untuk keadaan orang tuanya, ia masih memiliki tiga orang adik lagi, yang dua di antaranya harus tinggal di kampung halaman neneknya, karena biaya sekolah di sana lebih terjangkau.


Dani , begitu ia biasa di panggil entah sejak kapan menyukai hujan , mungkin sejak ia bisa menangis tanpa takut di sebut cengeng, meski ia tau ia tetaplah anak yang cengeng, usianya baru menginjak 15 tahun, tapi ia harus berpikir secara dewasa tentang hidup, meski jiwa remajanya masih saja punya peran yang lumayan besar di sikapnya.

Dani baru saja menyelesaikan pekerjaan baru nya , membantu sebuah usaha yang bergerak di bidang katering, yang juga menggaji ibunya, Dani tidak berbeda remaja kebanyakan, tapi ia lebih menjadi anak penurut dan ramah, keinginannya untuk meneruskan sekolah begitu kuat, hingga ia bersedia menerima saran orang tuanya untuk bekerja dahulu sebelum melanjutkan sekolah. Meski secara manusiawi Dani iri pada anak-anak seusianya yang tidak perlu memikirkan kebutuhan sekolah , tugas mereka satu yaitu belajar. Mungkin kelak mereka akan menjadi petinggi-petinggi negara, atau jika itu terlalu muluk, mungkin bisa menjadi satpam di perusahaan tertentu untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

Kegiatan Dani lainnya adalah menjadi muadzin di Mushola Subulussalam yang tak jauh dari rumahnya, meski dengan pemahaman agama yang pas-pasan. Dani bisa mengaji, bisa mengeja huruf Al Qur'an dan kadang bisa mengajari anak-anak TPA meski itu sangat terkadang. Dani juga punya sahabat-sahabat yang sering ia ajak nongkrong di depan rumah "genjrang-genjreng" dengan gitar jadul mereka, menyanyikan lagu terkini dan sedang hit, sekadar pengusir lelah dan resah.
***

Genap setahun sudah Dani bekerja, meski serabutan dan ga jelas gaji nya, tapi Dani masih sangat berharap itu bisa menjadi modal sekolahnya. Ah.. semangatnya masih sama, keinginan itu juga masih sangat sederhana, meski bagi mereka adalah keinginan besar. dengan hati-hati Dani mendekati sang ayah sebagai donatur utamanya nanti

"Yah, tahun ini Dani sekolah yach, umur Dani udah 16 tahun nich" ujarnya sambil memainkan ujung sarung sebagai selimut tidurnya.


Sesaat hanya helaan nafas sang ayah yang terdengar. Menambah jantung Dani berdebar-debar, baginya ini keputusan final. karena jika tidak sekarang kelak usianya sudah 17 tahun dan sangat tipis harapannya untuk bisa menduduki bangku sekolah SMA.

"tidak ada biaya" begitu akhirnya jawaban dari sang ayah yang teramat singkat. Dani tidak berkomentar lebih, ia memejamkan mata, menahan sesak dadanya, dia benar-benar ingin menangis tapi tak ada turun hujan , dan dengan sekuat tenaga ia menahan ledakan pilu di hatinya.

Dan dua tahun itu berlalu, kini Ia harus menuruti kemauan orang tuanya, bekerja dan bekerja, karena memang tak ada pilihan lain , sebuah galangan kapal yang berlokasi di Tanjung Uncang , bersedia menerimanya menjadi karyawan , menggajinya setiap bulan, usianya telah menginjak 17 tahun. Pupus sudah semua, ya baginya kini semua impiannya sudah berlalu.
***

Belum genap empat bulan ketika kecelakaan kerja itu merenggut nyawanya, usianya dengan wajah yang bagi semua orang teramat muda tidak menghalangi maut menjemputnya. Dani menghembuskan nafas terakhirnya dengan menahan rasa sakit di kepalanya ketika ia terjatuh dari ketinggian pada saat menyelesaikan pekerjaannya, Rinai hujan di Langit Batam dan tangisan mengiringi kepergianya, menyesali kenapa begitu cepat ia pergi, berandai-andai ini dan itu.

Ah... memang hidup tiada yang abadi , Ia yang datang, akan pergi. Seorang penguasa, pengemis atau pertapa - setiap orang yang lahir pasti mati. Menghembuskan nafas terakhir di atas tahta, atau diseret ke dalam kubur dengan kaki dan tangan terikat, apa bedanya?
***

EpilogJustify Full
Mengenang Sahabat kecilku , aku teringat akan senyumanmu, ketika aku mengajarkan tilawah ketika acara Halal Bihalal waktu itu.

"eh sekolah negri sekarang gratis lho" begitu seorang ibu muda berujar kepada sahabatnya, dan kebetulan aku berada di tempat yang sama.
"oh ya, alhamdulillah" jawab yang lainnya
"tapi hanya SD dan SLTP"
"itu sudah karunia yang luar biasa" jawaban terdengar lagi

Di lubuk hati mengucap syukur, lihat sahabatku InsyaAllah ke depan tidak akan ada yang putus sekolah lagi dan Kata Cut Mini di iklan sekolah gratis "Manfaatkan sekolah gratis ni.., biar bapaknya supir angkot anaknya bisa jadi pilot, biar bapaknya loper koran anaknya bisa jadi wartawan, asal ada kemauan"

Di dedikasikan untuk peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 May 2009


1 comment:

  1. bagus,,, bagus,,, salut neeh,, betewe udah lama ga mampir tambah cantik aja blogna, mudah-mudahan menang dapat laptopna n hilang sedihna. Johan

    ReplyDelete