Suara yang ku dengar dari masjid Miftahul Jannah,Perumahan Klasik Batu Aji mempercepat aktivitas mencuciku pagi itu, Semalam ketika ada lomba tartil Qur’an di masjid yang sama, mengumumkan bahwa hari ini ada Khatam Al Qur’an bersama, libur panjang selama 4 hari berturut –turut membuat aku bertekad bahwa Maulid Nabi ini harus ku isi dengan aktifitas sepadat mungkin, toh masih ada libur tiga hari berikutnya, Jum’at , sabtu dan minggu. Di tengah aktivitas ku pagi itu, bayangan kejadian semalam masih membekas di ingatanku, menumbuhkan rasa haru yang sulit untuk ku jelaskan. Aku berada di tengah-tengah anak TPA di bawah asuhan seorang ustadz muda, lomba tartil Qur’an itu bagiku sangat luar biasa, menumbuhkan semangat anak-anak untuk terus maju, belajar tentang Al Qur’an yang pasti, selain itu semangat kebersamaan mereka. Aku sudah lama meninggalkan masa-masa yang seperti ini, setelah banyak kesibukan yang aku lalui sejak aku memasuki Universitas Riau Kepulauan dengan mengandalkan gajiku sendiri, belum lagi pekerjaan-pekerjaan kantor yang menumpuk yang memaksaku pulang larut hingga akhirnya hari libur selalu ku habiskan di tempat tidur, melepaskan penat, berlayar ke dunia maya bersama sahabat-sahabat maya juga.
Sebenarnya , aku hanya ingin datang melihat anak-anak itu, menyimak mereka mengikuti lomba, sekaligus ber silaturahmi, meski tak ada satupun yang ku kenal, aku sering ke masjid, ketika sholat subuh, hanya tersenyum ketika bertemu, namun tak pernah bertanya apa-apa, tapi begitulah aku , bukankah semua muslim bersaudara, aku ingat sebuah artikel tentang maiyah, yang maksudnya tentang apakah ketika kita menjadi jamaah dalam sholat, dalam satu barisan shaft, kita tau bagaimana kondisi teman di samping kita , apakah ia bahagia atau di landa musibah, kita tidak pernah bertanya. umat Islam sekarang selalu di sindir tentang sebuah makna yang menyatakan bahwasanya “semua muslim bersaudara” bila ada yang sakit tentu kita merasakan sakit, ibarat satu tubuh , jika tangan terjepit , mata menangis. Tapi kenyataan nya, palestine , lebanon adalah sebuah bukti, ketika ada seorang anak bertanya “ bu , kenapa tidak ada muslim yang membantu kita, bukankah kita bersaudara, bukankah umat muslim di dunia banyak jumlahnya, kenapa mereka membiarkan kita dan tidak memberikan pertolongan?” begitulah cuplikan serpen untuk mu palestina yang ku baca, aku tertegun, pertanyaan itu serasa menyadarkan betapa selama ini kami tidak perduli dengan mereka. Beberapa tahun yang lalu entah aku tidak ingat, pada masa pemerintahan Ibu megawati kalau ga salah, aku sangat tidak suka ketika ada demo dari satu kelompok yang menyatakan akan berjihad melawan kaum kafir di lebanon, aku pikir mereka sok pahlawan , itu namanya cari mati, bagaimana nasib bangsa ini bila berhadapan dengan negara adi kuasa itu, “astaqfirullah” aku istiqfar berkali-kali, sungguh hinanya aku berpikir seperti itu, kematian itu di tangan Allah, lebih baik mati syahid dari pada hidup mengaku muslim namun pengecut, justru semangat jihad mereka luar biasa, bukankah Allah lah yang berhak memiliki hamba-hamba Nya, bukankah telah di janjikan Nya dalam surat At Taubah ayat 111”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan emberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” Itulah penghargaan yang Allah berikan pada para syuhada itu, semoga Allah memberikan kesabaran kepada mereka. Dan memberi kita karunia dengan berjiwa syuhada amiiin.
Setelah sholat duha aku menuju masjid Miftahul Jannah, aku menjumpai para santri-santri itu dengan senyuman, tidak ada ibu-ibu atau remaja putri, “hmm aku akhwat paling dewasa di sini, uh serasa tua banget” gumamku pada diri sendiri, aku membaur bersama mereka, senyum mereka menyapaku , dengan pembagian tugas yang di berikan oleh ustadz Munawir aku mendapat bagian juz 22, sedang Fita, gadis kecil sahabat baruku yang baru duduk di kelas 2 SMP di sampingku mendapat tugas membaca juz 23 , dan tugas-tugas yang di terima oleh santri-santri lainya, setelah membaca Alfatihah bersama-sama, kami mulai tenggelam dalam bacaan masing-masing, rasa haru kembali menyeruak, masjid mulai ramai dengan dengungan ayat-ayat Ilahi , beberapa menit kemudian ibu- ibu mulai berdatangan satu, dua tiga, empat, dan akhirnya berlima bersamaku. Subhanallah apa jadinya anak-anak kecil ini tanpa da’I seperti udtadz Munawir, aku tau tak mudah menghadapi anak-anak, tapi aku bisa merasakan bagaimana anak-anak menyayangi beliau, sangat menghormati beliau, wajahnya bersih, suaranya Subhanallah sangat merdu, selalu mendirikan bulu romaku bila aku menjadi salah satu makmumnya di waktu subuh, aku mengagumi beliau , juga istrinya yang ramah dan suka tersenyum, dan anak mereka yang masih balita putra-putri yang lucu, mereka keluarga bahagia InsyaAllah, berlandaskan kecintaan pada Allahu Rabbi. Jika melihatnya selalu terselip do’a di hatiku, semoga Allah menuliskan jodohku di atas luh mahfudz sana dengan ikhwan yang istiqomah, yang senantiasa melantunkan ayat-ayat Al Qur’an, yang konsisten mendirikan sholat subuh di masjid, yang berjiwa syuhada, yang welas asih, dan Yang- yang lainya, yang selalu dalam ridha Nya amiin.
Khatam Qur’an di tutup dengan membaca juz 30 secara bergiliran, santri-santri membentuk huruf U dengan ustadz munawir berada di tengah-tengah sebagai pemimpin sedangkan kami ibu-ibu ( aku adalah calon ibu, InsyaAllah) berada di belakang mereka , menyimak dengan seksama dan kebagian membaca surat-surat pendek yang pastinya santri-santri itu dengan hafal ikut melantunkanya, dan akhirnya acara kami tutup dengan makan siang , “surprise” aku tidak bisa menyembunyikan rasa laparku, ketika melihat nasi tumpeng di depan kami, “ Alhamdulillah, ternyata ibu-ibu di perumahan klasik ini luar biasa” gumamku bersyukur.
Allah rahmati kami dengan Al Quran
Jadikan Ia imam, cahaya , petunjuk dan Rahmat
Allah Jadikan ia pengingat jika kami lupa
Jadikan ilmu jika kami bodoh
Rizkikan kami membacanya
Sepanjang siang dan malam
Siang dan malam
Jadikan ia hujjah bagi kami
Ya Rabbal ‘alamin
Sorenya anak-anak melanjutkan dengan lomba mewarnai, sedangkan aku, berada dalam dunia mimpi, aku di kagetkan oleh suara ketukan pintu kamarku, bapak kost memintaku menjadi MC pengajian nanti malam, “emmm, tapi tini orang baru di sini pak” jawabku ragu-ragu, yach karena memang penduduk klasik belum begitu familiar denganku “tidak apa-apa , tolong ya” jawab beliau, akhirnya aku menganggukan kepala, “tidak ada salahnya” gumamku “nanti susunan acaranya jangan lupa ya pak, sekalian siapa-siapa yang datang” pesanku, aku segera mempersiapkan diri menyusun bahasa kalimat yang akan ku pakai, sesekali mempraktekan nya di depan cermin kecil yang tergantung di dekat jendela kamarku, Alhamdulillah aku sudah terbiasa berada di depan khalayak, sejak kecil mentalku sudah terdidik, tapi tetap saja berhadapan dengan orang-orang baru yang belum ku kenal, membuatku deg-deg an, apalagi aku tidak tau bagaimana skill MC sebelum-sebelumnya.
“Salam Jihad” suaraku membahana “Allahuakbar!!” jawab mereka tak kalah semangat, hingga tiga kali aku berteriak dan Alhamdulillah mendapat jawaban yang semakin bersemangat, itulah yang di ajarkan oleh pengurus masjid untuk menenangkan anak-anak dalam jema’ah pegajian malam itu, semoga itu juga termasuk semangat yang di tanamkan kepada mereka sejak dini, agar ketika dewasa, semangatnya menjadi makin luar biasa, then.. aku bisa mengendalikan acara malam itu, Alhamdulillah. “makasih ya tini, wah boleh juga ada generasi muda yang mau maju” pengurus masjid menyapaku, setelah acara “alhamdulillah “ jawabku dengan senyuman juga namun tak mengenali wajah beliau, karena aku menundukan kepala “ owh ya, kalo mau pindah kos bilang saja pada kami” lanjutnya di iringi tawa, aku hanya menanggapi dengan senyuman kecil “ ups! Ini hasil dari silaturahmi kah, karena belum terpikir olehku untuk pindah kost, tapi bisa jadi suatu saat nanti” ujarku dalam hati, setelah membantu membersihkan masjid, aku pamit, masih terdengar di telingaku mereka mengucapkan terimakasih , yang lagi-lagi hanya ku balas dengan anggukan kepala tanpa berusaha mengenali mereka, hehehe karena mataku memang sudah minus , dan sulit mengenali mereka secara pasti.***
Di Mushola Subulussalam tidak berbeda jauh, ketika aku liburan di rumah saduara kandungku, ternyata kakak ku yang sebelumnya di beri tugas untuk membawa acara harus ada kerja lembur di kantornya, dengan sangat berharap ia memintaku menggantikanya, semula aku menolak, karena hari sabtu sore dan minggu aku sudah menyusun acara sendiri, bermain badminton dan mencuci baju , akhirnya ku cancle semuanya, demi kelangsungan acara tersebut. Kali ini tugasku lebih berat ternyata, bukan karena jemaah mushola subulussalam, karena mereka toh sudah sangat mengenalku, tapi menghadapi anak-anak TPA juga, kebetulan yang membawa acara dari pembacaan ayat suci AlQuran sampai sholawat nabi mereka yang membawakanya, Nah pas hari H ustadzah mereka tidak datang karena anak nya sakit, kakak ku pun yang biasanya mengurus mereka juga tidak bisa hadir, “hmm jadi guru sebentar nech” pikirku, tapi alhamdulillah meski sebagian tidak mau mendengar permintaanku untuk memasuki mushola selama berlangsung acara, tapi acara tetap berlangsung sukses, meski tidak ada teriakan “salam jihad” atau istiadadan” dalam bahasa mereka,
Yang tak kalah menarik di sini adalah dengan kehadiran anggota dewan, tidak di pungkiri kehadiranya mengundang desas-desus yaitu adanya tujuan politik, tapi apapun bentuknya kesediaan beliau mendengar keluhan dan berusaha mengatasinya itu adalah wujud dari tanggung jawabnya yang menyeluruh, Mushola Indavcon terletak di daerah Rumah Liar (Ruli) di kawasan Industri sekupang, yang pasok air dari ATB tidak terpenuhi, dan memang sangat jarang bahkan hampir tidak ada anggota dewan yang bersedia datang di tempat yang boleh di katakan kumuh oleh kalangan elit ini, semoga niat beliau tulus karena Allah, karena memang akan ada yang di pertanggung jawabkanya di hadapan Rabbul Izati kelak atas orang-orang yang di pimpinya, dan semoga akan ada orang-orang lain seperti beliau, hingga negara Indonesia tercinta ini di penuhi oleh pemimpin-pemimpin sholeh yang takut pada Allah dan mencintai Nya dan Rosul Nya , amin Ya Rabb.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Al Imran 103)
Batam 27 Maret 2008
tini
Sebenarnya , aku hanya ingin datang melihat anak-anak itu, menyimak mereka mengikuti lomba, sekaligus ber silaturahmi, meski tak ada satupun yang ku kenal, aku sering ke masjid, ketika sholat subuh, hanya tersenyum ketika bertemu, namun tak pernah bertanya apa-apa, tapi begitulah aku , bukankah semua muslim bersaudara, aku ingat sebuah artikel tentang maiyah, yang maksudnya tentang apakah ketika kita menjadi jamaah dalam sholat, dalam satu barisan shaft, kita tau bagaimana kondisi teman di samping kita , apakah ia bahagia atau di landa musibah, kita tidak pernah bertanya. umat Islam sekarang selalu di sindir tentang sebuah makna yang menyatakan bahwasanya “semua muslim bersaudara” bila ada yang sakit tentu kita merasakan sakit, ibarat satu tubuh , jika tangan terjepit , mata menangis. Tapi kenyataan nya, palestine , lebanon adalah sebuah bukti, ketika ada seorang anak bertanya “ bu , kenapa tidak ada muslim yang membantu kita, bukankah kita bersaudara, bukankah umat muslim di dunia banyak jumlahnya, kenapa mereka membiarkan kita dan tidak memberikan pertolongan?” begitulah cuplikan serpen untuk mu palestina yang ku baca, aku tertegun, pertanyaan itu serasa menyadarkan betapa selama ini kami tidak perduli dengan mereka. Beberapa tahun yang lalu entah aku tidak ingat, pada masa pemerintahan Ibu megawati kalau ga salah, aku sangat tidak suka ketika ada demo dari satu kelompok yang menyatakan akan berjihad melawan kaum kafir di lebanon, aku pikir mereka sok pahlawan , itu namanya cari mati, bagaimana nasib bangsa ini bila berhadapan dengan negara adi kuasa itu, “astaqfirullah” aku istiqfar berkali-kali, sungguh hinanya aku berpikir seperti itu, kematian itu di tangan Allah, lebih baik mati syahid dari pada hidup mengaku muslim namun pengecut, justru semangat jihad mereka luar biasa, bukankah Allah lah yang berhak memiliki hamba-hamba Nya, bukankah telah di janjikan Nya dalam surat At Taubah ayat 111”Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan emberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” Itulah penghargaan yang Allah berikan pada para syuhada itu, semoga Allah memberikan kesabaran kepada mereka. Dan memberi kita karunia dengan berjiwa syuhada amiiin.
Setelah sholat duha aku menuju masjid Miftahul Jannah, aku menjumpai para santri-santri itu dengan senyuman, tidak ada ibu-ibu atau remaja putri, “hmm aku akhwat paling dewasa di sini, uh serasa tua banget” gumamku pada diri sendiri, aku membaur bersama mereka, senyum mereka menyapaku , dengan pembagian tugas yang di berikan oleh ustadz Munawir aku mendapat bagian juz 22, sedang Fita, gadis kecil sahabat baruku yang baru duduk di kelas 2 SMP di sampingku mendapat tugas membaca juz 23 , dan tugas-tugas yang di terima oleh santri-santri lainya, setelah membaca Alfatihah bersama-sama, kami mulai tenggelam dalam bacaan masing-masing, rasa haru kembali menyeruak, masjid mulai ramai dengan dengungan ayat-ayat Ilahi , beberapa menit kemudian ibu- ibu mulai berdatangan satu, dua tiga, empat, dan akhirnya berlima bersamaku. Subhanallah apa jadinya anak-anak kecil ini tanpa da’I seperti udtadz Munawir, aku tau tak mudah menghadapi anak-anak, tapi aku bisa merasakan bagaimana anak-anak menyayangi beliau, sangat menghormati beliau, wajahnya bersih, suaranya Subhanallah sangat merdu, selalu mendirikan bulu romaku bila aku menjadi salah satu makmumnya di waktu subuh, aku mengagumi beliau , juga istrinya yang ramah dan suka tersenyum, dan anak mereka yang masih balita putra-putri yang lucu, mereka keluarga bahagia InsyaAllah, berlandaskan kecintaan pada Allahu Rabbi. Jika melihatnya selalu terselip do’a di hatiku, semoga Allah menuliskan jodohku di atas luh mahfudz sana dengan ikhwan yang istiqomah, yang senantiasa melantunkan ayat-ayat Al Qur’an, yang konsisten mendirikan sholat subuh di masjid, yang berjiwa syuhada, yang welas asih, dan Yang- yang lainya, yang selalu dalam ridha Nya amiin.
Khatam Qur’an di tutup dengan membaca juz 30 secara bergiliran, santri-santri membentuk huruf U dengan ustadz munawir berada di tengah-tengah sebagai pemimpin sedangkan kami ibu-ibu ( aku adalah calon ibu, InsyaAllah) berada di belakang mereka , menyimak dengan seksama dan kebagian membaca surat-surat pendek yang pastinya santri-santri itu dengan hafal ikut melantunkanya, dan akhirnya acara kami tutup dengan makan siang , “surprise” aku tidak bisa menyembunyikan rasa laparku, ketika melihat nasi tumpeng di depan kami, “ Alhamdulillah, ternyata ibu-ibu di perumahan klasik ini luar biasa” gumamku bersyukur.
Allah rahmati kami dengan Al Quran
Jadikan Ia imam, cahaya , petunjuk dan Rahmat
Allah Jadikan ia pengingat jika kami lupa
Jadikan ilmu jika kami bodoh
Rizkikan kami membacanya
Sepanjang siang dan malam
Siang dan malam
Jadikan ia hujjah bagi kami
Ya Rabbal ‘alamin
Sorenya anak-anak melanjutkan dengan lomba mewarnai, sedangkan aku, berada dalam dunia mimpi, aku di kagetkan oleh suara ketukan pintu kamarku, bapak kost memintaku menjadi MC pengajian nanti malam, “emmm, tapi tini orang baru di sini pak” jawabku ragu-ragu, yach karena memang penduduk klasik belum begitu familiar denganku “tidak apa-apa , tolong ya” jawab beliau, akhirnya aku menganggukan kepala, “tidak ada salahnya” gumamku “nanti susunan acaranya jangan lupa ya pak, sekalian siapa-siapa yang datang” pesanku, aku segera mempersiapkan diri menyusun bahasa kalimat yang akan ku pakai, sesekali mempraktekan nya di depan cermin kecil yang tergantung di dekat jendela kamarku, Alhamdulillah aku sudah terbiasa berada di depan khalayak, sejak kecil mentalku sudah terdidik, tapi tetap saja berhadapan dengan orang-orang baru yang belum ku kenal, membuatku deg-deg an, apalagi aku tidak tau bagaimana skill MC sebelum-sebelumnya.
“Salam Jihad” suaraku membahana “Allahuakbar!!” jawab mereka tak kalah semangat, hingga tiga kali aku berteriak dan Alhamdulillah mendapat jawaban yang semakin bersemangat, itulah yang di ajarkan oleh pengurus masjid untuk menenangkan anak-anak dalam jema’ah pegajian malam itu, semoga itu juga termasuk semangat yang di tanamkan kepada mereka sejak dini, agar ketika dewasa, semangatnya menjadi makin luar biasa, then.. aku bisa mengendalikan acara malam itu, Alhamdulillah. “makasih ya tini, wah boleh juga ada generasi muda yang mau maju” pengurus masjid menyapaku, setelah acara “alhamdulillah “ jawabku dengan senyuman juga namun tak mengenali wajah beliau, karena aku menundukan kepala “ owh ya, kalo mau pindah kos bilang saja pada kami” lanjutnya di iringi tawa, aku hanya menanggapi dengan senyuman kecil “ ups! Ini hasil dari silaturahmi kah, karena belum terpikir olehku untuk pindah kost, tapi bisa jadi suatu saat nanti” ujarku dalam hati, setelah membantu membersihkan masjid, aku pamit, masih terdengar di telingaku mereka mengucapkan terimakasih , yang lagi-lagi hanya ku balas dengan anggukan kepala tanpa berusaha mengenali mereka, hehehe karena mataku memang sudah minus , dan sulit mengenali mereka secara pasti.***
Di Mushola Subulussalam tidak berbeda jauh, ketika aku liburan di rumah saduara kandungku, ternyata kakak ku yang sebelumnya di beri tugas untuk membawa acara harus ada kerja lembur di kantornya, dengan sangat berharap ia memintaku menggantikanya, semula aku menolak, karena hari sabtu sore dan minggu aku sudah menyusun acara sendiri, bermain badminton dan mencuci baju , akhirnya ku cancle semuanya, demi kelangsungan acara tersebut. Kali ini tugasku lebih berat ternyata, bukan karena jemaah mushola subulussalam, karena mereka toh sudah sangat mengenalku, tapi menghadapi anak-anak TPA juga, kebetulan yang membawa acara dari pembacaan ayat suci AlQuran sampai sholawat nabi mereka yang membawakanya, Nah pas hari H ustadzah mereka tidak datang karena anak nya sakit, kakak ku pun yang biasanya mengurus mereka juga tidak bisa hadir, “hmm jadi guru sebentar nech” pikirku, tapi alhamdulillah meski sebagian tidak mau mendengar permintaanku untuk memasuki mushola selama berlangsung acara, tapi acara tetap berlangsung sukses, meski tidak ada teriakan “salam jihad” atau istiadadan” dalam bahasa mereka,
Yang tak kalah menarik di sini adalah dengan kehadiran anggota dewan, tidak di pungkiri kehadiranya mengundang desas-desus yaitu adanya tujuan politik, tapi apapun bentuknya kesediaan beliau mendengar keluhan dan berusaha mengatasinya itu adalah wujud dari tanggung jawabnya yang menyeluruh, Mushola Indavcon terletak di daerah Rumah Liar (Ruli) di kawasan Industri sekupang, yang pasok air dari ATB tidak terpenuhi, dan memang sangat jarang bahkan hampir tidak ada anggota dewan yang bersedia datang di tempat yang boleh di katakan kumuh oleh kalangan elit ini, semoga niat beliau tulus karena Allah, karena memang akan ada yang di pertanggung jawabkanya di hadapan Rabbul Izati kelak atas orang-orang yang di pimpinya, dan semoga akan ada orang-orang lain seperti beliau, hingga negara Indonesia tercinta ini di penuhi oleh pemimpin-pemimpin sholeh yang takut pada Allah dan mencintai Nya dan Rosul Nya , amin Ya Rabb.
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk” (Al Imran 103)
Batam 27 Maret 2008
tini
No comments:
Post a Comment