Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Wednesday, 15 October 2008

Cerpen : Di Ujung Usia

Bismillahirrohmanirrohim, dan Allah berfirman "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS : An Nahl ayat 125).


Di Ujung Usia

by.tiny

Mentari bersinar samar di balik awan yang membisu, tak ada tanda-tanda akan turun hujan, hanya barisan mendung yang berlalu kemudian tak terlihat lagi, langkahku pelan mengikuti irama nafas nya, aku bisa mendengarnya, nafasnya berbunyi seperti begitu susah berhembus, naluri kemanusiaanku menuntutku merasa iba “sek nduk, leren sek” ujarnya dalam bahasa jawa (bentar nak, istirahat sebentar-red ), aku menghentikan langkahku, memandang wajah keriputnya dengan tak bersuara, lenganya tak lepas dari genggamanku, ah usianya telah begitu senja, tubuhnya yang membungkuk, garis keriput yang sangat nyata di seluruh tubuhnya, rambutnya yang memutih terbungkus kain kumal, bibirnya yang menghitam lantaran daun sirih selalu menjadi santapan nya setiap hari. Ku pandangi ia yang mengatur nafas nya beberapa lama sampai kemudian ia mengajak ku melangkah kembali, menyusuri jalan tanah sempit yang pasti becek jika tersiram hujan.


“mbah dok dari mana tadi?” mbah dok adalah panggilan nenek untuk nya, “main di sana, ujung sana, ga tau di rumah siapa” aku hanya tersenyum mendengar jawabanya, benar kata orang-orang , beliau telah terkena penyakit alzeimer tingkat hampir parah, itu memang penyakit yang akan menyerang setiap orang yang telah berusia lanjut, itupun sudah Allah katakan dalam firman Nya surat An Nahl ayat 70 yang artinya “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu; dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa” Subhanallah….

Akhirnya, kami memasuki halaman belakang rumah bibi ku , disini nenek tinggal, bersama anak dan menantunya, sepertinya bangunan ini tidak begitu berubah sejak masa kecilku dulu, hanya saja dapurnya sekarang terpisah dari rumah induknya, tangan kecilnya masih saja bergayut di genggamanku, kami baru saja melewati jembatan kecil penghubung kedua tanggul yang mengalir di bawahnya sungai yang tidak begitu dalam, ia begitu ketakutan tadi dan dengan susah payah aku menenangkanya dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Aku masih tidak mengerti bagaimana tadi ia menyeberang menuju rumah orang tuaku, yang letaknya bersebrangan dengan tempat tinggalnya, karena ceritanya sudah tentu tidak bisa di anggap benar lagi.

Aku mengikuti langkahnya menuju pintu belakang rumah, tapi perkiraanku meleset ia tidak hendak memasuki rumah melalui pintu dapur, aku menoleh kesebuah ruang kecil, “astaghfirullah” di dadaku mulai bekecamuk berbagai macam pertanyaan, aku melihat kotoran ayam bertumpuk di sana-sini “Allah…” kembali asma Allah ku sebut demi rasa tidak percaya yang memenuhi pikiranku, nenek di tempatkan di ruang terpisah “ya Allah, ampunilah mereka” hatiku berbisik, memintakan ampun untuk bibi dan pamanku, ini fenomena nyata kedurhakaan seorang anak kepada orang tuanya yang lanjut usia, aku terus mengikutinya hingga memasuki ruang kecil yang pengap, menahan rasa mual yang menyerang perutku, ku bantu mengangkat kakinya ketika ia merebahkan tubuhnya di atas dipan yang tak kalah mungilnya, hanya seukuran tubuhnya yang meringkuk , aku terus beristighfar tidak berniat memberi komentar apapun atas apa yang ku lihat.

Aku tidak lama berada di sana, setelah ku yakinkan diri sendiri, nenek telah terbuai di alam mimpi, nafasnya mulai teratur , aku tidak tau sepanjang ia di anggap tak berharga oleh anak lelakinya dan juga menantunya apa yang ia rasakan selama ini, aku tahan air mataku sebisa mungkin, aku ingat firman Allah dalam surat Al Israa’ ayat 23 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” tidak takutkah mereka dengan peringatan Allah? tidak ingatkah mereka dengan segala pengorbanan orang tuanya itu? “Allah, ampuni kelemahan kami ini”.

Ibuku menenangkan tangisanku yang tak bisa lagi di bendung di hadapan beliau, saudara-saudarku terasa ikut hanyut dalam rangkaian ceritaku yang hanya sepenggal, “sebenarnya apa rencana Allah, membiarkan nenek hingga pikun, dan belum juga memanggil nya?, sedangkan ayah yang masih muda harus menghadap Nya lebih dulu” tiba-tiba satu pertanyaan terdengar, kami hanya diam, ingatan tentang ayah yang masih segar bugar namun harus kembali pada Sang Kekasih, kembali muncul di permukaan “Allah ingin anak-anaknya menyadari dan meminta maaf kepadanya, sebelum menyesal kemudian hari” satu jawaban membuat kami meneruskan diam, berpacu dalam pikiran masing-masing , Wallahu’alam bishawab.
***

Epilog:

"Sopo nduk jenengmu maeng?"(siapa nak namamu tadi? -red) ini kali ke sekian nenek menanyakan namaku selama perjalanan kami, dengan jelas ku sebutkan namaku, beliau tersenyum samar, mungkin menyadari sifatnya yang pelupa "mbah dok udah makan?" tanyaku mencairkan suasana, "nanti siang saja" jawabnya pelan, aku tidak tau apa karena beliau belum lapar atau karena tidak di sediakan makanan? "nek Allah Maha Pengasih dan Penyayang, penderitaan ini tidak akan lama percayalah.. " hatiku berbisik, aku mencium tangan beliau lembut, aku percaya Zat Yang Maha Melihat pasti akan melindungi kita.

***


No comments:

Post a Comment