Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Thursday, 9 October 2008

Cerpen ; Haruskah Berkorban Demi Cinta

by. tiny

Cinta itu hadir lantaran ada sebab, ada sebuah ketertarikan di sana, ada sebuah rasa ingin memiliki dan mengenal lebih dekat dengan sumber cinta. Cinta itu fitrah, tiada yang bisa mengelak ketika lagu-lagu merah jambu ini mendekat, dan terlebih memeluk hati. Aku telah berusaha memahami kenapa aku begitu rapuh tentang rasa, tapi sebaliknya jika tidak ada cinta , aku tidak akan kompromi. Siapa bilang aku wanita sempurna, bukankah tiada yang sempurna di alam jagat ini? Aku juga pernah jatuh cinta, ada beberapa yang tau meski aku berusaha menutup rapat-rapat, namun memang Allah yang Maha Adil memberi batasan padaku bahwa untuk kemarin atau mungkin hingga saat ini aku belum berhak memiliki.

Dering handphone ku yang ber nada “Assalamu’alaikum” lagunya Opick bergema, telpon dari sahabatku
“Assalamu’alaikum” salamku beriring do’a semoga ia hamba yang beriman senantiasa di rahmati Allah.
“wa’alaikumsalam, pa kabar ukhti?” jawabnya dengan sumringah meski tak ku lihat wajahnya aku bisa merasakan dari suara renyahnya
“alhamdulillah khair, wa anti?” jawabku dengan mengikuti arus keramah tamahan yang memang di junjung tinggi dalam adap sopan santun,
obrolan kami mengalir membicarakan tentang kuliah, keluarga, aktifitas sehari-hari selayaknya kami memang sahabat baik dan lebih kepada saudara seiman, karena bila ia terluka akupun akan menangis untuknya, bukankah begitu seharusnya? Orang-orang yang sama-sama menyembah Allah, yang berada dalam satu kaidah Islamiyah adalah satu tubuh.

“bagaimana nich dengan akh Ikhwan?” aku memejamkan mata sebentar mendengar pertanyaanya yang tidak asing bagiku, Ikhwan adalah sosok ikhwan yang baik, namun ada yang kurang, ada yang tidak bisa membuatku merasa nyaman, aku tau itu apa, tapi terasa sulit menjelaskanya , apa karena kriteria seorang ikhwan yang akan menjadi pendampingku terlalu sempurna? Tentu saja tidak, aku adalah orang yang sangat sederhana dan tidak pernah menuntut kesempurnaan untuk orang yang akan menjadi belahan jiwaku, tapi aku juga manusia biasa yang membutuhkan sebuah sensasi lebih ketika memutuskan masa depanku, “aku tidak bisa menerimanya” jawabku akhirnya, aku mendengar desah nafas beratnya “dia baik, sopan, tidak nyeleneh” “tapi dia belum bisa membaca Al Qur’an” potongku , “kamu tau khan aku ingin ikhwan yang mendampingiku adalah yang paham tentang Al Qur’an yang bisa menjelaskan padaku apa isi kitab yang merupakan rahmat untuk hamba-hamba beriman itu?” kami terdiam beberapa saat lamanya, pikiran kami hanyut dalam sebuah keputusan yang baru saja ku sampaikan padanya, “dia adalah ladang dakwah bagimu, kamu bisa mengajarinya, dia mencintaimu, dan aku tau kekuatan cinta itu bisa merubah apapun, hati yang membatu bisa menjadi lembut, aku tidak ingin memaksamu, tapi kebaikanya membuatku menyayanginya dan ingin dia bahagia” kalimat sahabatku membuatku melanjutkan diamku. ***

Seharusnya sahabatku tau bahwa menerimanya tidaklah mudah, ini melanggar impianku, melanggar keinginanku yang sebenarnya sangat sederhana, haruskah Ikhwan berubah karenaku? Haruskah ia menunggu menjadi suamiku untuk bisa membaca Al Quran, ini masih problema tentang bisa membaca Al Qur’an saja, masih ada sholat lima waktu yang aku tidak tau ia konsisten menjalankan atau tidak, atau lagi kesediaanya membasuh wajah dan anggota wudlu lainya demi mengadu pada Zat yang tidak pernah tidur dan Menguasai Jagat pada sepertiga malam. Aku sendiri cukup tau kualitas imanku seberapa besar, masih selalu goyah ketika memutuskan istiqomah, lalu kenapa aku harus terlalu percaya diri bahwa aku bisa merubah Ikhwan menjadi ikhwan yang istiqomah juga?

Aku terkesiap “duhai Allah , betapa sombongnya kami ini” aku ingat Allah pernah memperingatkan dalam Al Quran bahwasanya yang berhak memberi petujuk kepada manusia hanyalah Ia, kita hanya punya satu kewajiban menyampaikan atau mengetuk pintu hati (program SCTV) menyampaikan ayat dan kebenaran dengan bijak, Allah lebih mengetahui mana-mana yang mau menerima petujuk, Allah lebih mengetahui apa-apa yang ada di dada manusia.

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (Al Qashash:28)

“Cinta adalah pengorbanan” itu pepatah lama, bahkan mungkin sejak aku belum mengenal cinta, tapi selalu ada batasan apa-apa yang bisa di korbankan, aku tidak bisa mempertaruhkan keimanan dan hidayah Allah demi membuatnya berubah, “agamamu adalah agama lingkunganmu, keshalihanmu adalah keshalihan lingkunganmu” bukankah itu juga bisa jadi fakta? Lalu alasan apa lagi yang harus ku utarakan untuk melangkah mundur dari Ikhwan? Kembali aku dalam sujud panjangku mencari petunjuk dalam penentuan pilihan “sholat Istikharah”.

Hmmm, ada saran? hehe :D
***

Batam , 11 September 2008

No comments:

Post a Comment