Terlihat lukisan buram
dia menggantung di awandi terbangkan oleh angin bak debu-debu jalanan
gambaran tentang perawan impian
terbelenggu oleh tatanan ketidak adilan
dalam episode cinta, episode luka
Episode Cinta
Ukhti, ia menangis di sepertiga malam, dalam dekapan dingin nya kelam, dalam desah nafas yang berirama dengan simphoni jiwa, menggelitik rasa , menebarkan aroma wewangian dalam relung –relung kalbu. Ukhti sedang bercengkrama dengan Sang Belahan Jiwa, Dia Sang Empunya dunia, ukhti merindukan Nya, dalam aliran darahnya terukir asma-asma Nya, yang ia lafadzkan dalam bait-bait dzikir dan muhasabah . Ukhti wanita sholihah, bidadari yang di rindukan oleh kaum adam, dia yang selalu bersama lantunan ayat suci Al Qur’an yang bergema di sudut-sudut ruang pengabdian.
Ada seseorang yang juga ukhti rindukan, ia yang berusaha mengusik ketenangan , ia datang atas nama ikhwan, selalu membisikan kalimat cinta beriringan dengan kejujuran akan isi hati dan kekaguman,
“ukhti” bisiknya , “sungguh engkaulah bidadari yang selalu terlihat dalam mimpi-mimpiku, sungguh tiada niat hatiku untuk sekedar berbasa- basi dalam kalimat ini, mengertilah ukhti, di kala diri ini tak sanggup memicingkan mata barang sekejab ketika buliran-buliran harap menjadi bergumpal asa dan akhirnya cinta itu mengendap di sini, di hatiku ukhti” ia menunjuk dadanya , namun ukhti menjaga pandanganya.
Ukhti wanita biasa, ia juga punya cinta dan bisa jatuh cinta, ketika sayap-sayap nya mulai ingin terbang ke angkasa merengkuh bahagia, tapi ukhti harus menunggu beberapa tahun lagi, ukhti harus meniti kesabaran dengan rasa-rasa yang mendebarkan. Inilah yang membuat ukhti menangis, ketika ia harus melawan rasa cinta yang mulai berbuah nafsu, karena cinta dan nafsu memang berbatas oleh dinding tipis, ketika keistiqomahan mulai di gerogoti oleh rayap-rayap keinginan memiliki, tidak ada yang salah dengan cinta bukan? Tidak ada yang salah dengan kerinduan bukan? Lalu apa yang salah? Kenapa ukhti menangis? kenapa ia begitu ketakutan ketika keinginan itu begitu kuat? ketika usianya tidak lagi belia dan ia ingin penyempurnaan dien itu,
Haruskah ukhti bertanya?
Haruskah ukhti menunggu?
“Sabar ukhtiku, percayalah pada keseriusanku ini, percayalah pada tembang-tembang asmara di dada ini, percayalah pada do’a – do’a yang kita panjatkan dengan kesungguhan kepada Zat Yang Maha Mencintai”
Duh, kata-katanya bak aliran salju yang menyejukan kegundahan ukhti, sabar….***
Episode Luka
Bukan waktu sebentar jika setahun menunggu, karena setiap insan telah membuktikan dan berkata bahwa penantian itu begitu membosankan, bahwa ketika kebosanan itu melanda semua terasa hambar dan melelahkan, lalu di mana letak kesabaran dan lagu-lagu kerinduan yang bersemi , purnama demi purnama yang di lewati dengan keteguhan cinta setidaknya harus memberikan hasil yang melegakan. Dan agar semua tak hanya harapan kosong belaka.
Ah.. siapa sang ikhwan itu berani menolehkan luka di hati ukhti dengan terus mengatakan kepadanya untuk bersabar, namun kali ini tidak dengan ukhti, meski sutera hatinya terkoyak dengan kenyataan akan kedunguan ikhwan , ketika bulan benderang pada purnama berikutnya satu tekad di hati ukhti bahwa ia akan mengakhiri semuanya, berusaha menutup ribuan cerca mata-mata yang berbicara padanya lewat pandangan mereka, dia bukanlah muslimah yang naïf dan di butakan oleh cinta semata, bukankah ia hamba beriman yang bisa bahagia jika tidak sekarang menemukan cintanya pada mahluk yang bernama adam…
“maaf akh, bukan maksud ku menepis janji yang meski hatiku saja yang berucap, aku adalah wanita yang selalu butuh kepastian dan bukan hanya janji yang selalu di akhiri dengan tanda tanya, bukan maksudku tidak percaya pada bait-bait do’a yang sering kita mohonkan bersama meski di tempat yang berbeda, namun aku wanita yang punya harapan dan lemah akan perasaan, biarlah bila memang Allah mengizinkan kelak Ia akan menyampaikanya pada kita, bukan dengan penantian tanpa kepastian yang kita janjikan”
Gundah
Layu dan sayu
Ketika degup jantung tak mampu memberi isyarat
Ketika hati mulai terbersit kesadaran
Cinta tlah pergi karena ketidak pastian…
Aku mencintai keteguhanya
Juga kesalihanya
Jangan pergi bidadari…
Tapi hanya hatiku yang berujar
Aku tlah lama melukainya
Layu dan sayu
Ketika degup jantung tak mampu memberi isyarat
Ketika hati mulai terbersit kesadaran
Cinta tlah pergi karena ketidak pastian…
Aku mencintai keteguhanya
Juga kesalihanya
Jangan pergi bidadari…
Tapi hanya hatiku yang berujar
Aku tlah lama melukainya
***
Episode Harap & Kembali
Sama ketika adam berharap bertemu Hawa
Sama ketika Yaqub ingin menemui Yusuf
Sama ketika Muhammad merindukan Khadijah
Ah …
Samakah perasaan mereka kala itu?
Samakah harapan mereka kala itu?
Samakah kerinduan mereka kala itu?
Cinta menyadarkan betapa menjadi jauh adalah khianat atas hati
Cinta menyadarkan betapa terpisah jarak adalah menjadikan perihnya rasa
Tapi tak semestinya manusia menghamba cinta pada manusia
TIDAK!
Bukankah Cinta Allah lebih indah dan mendebarkan di banding seribu cinta yang hamba Nya berikan
Kenapa kerakusan manusia mengalahkan hakiki Cinta Nya
Allah , tetes-tetes harapan ini membawa kami kembali ke pada MU
Sama ketika Yaqub ingin menemui Yusuf
Sama ketika Muhammad merindukan Khadijah
Ah …
Samakah perasaan mereka kala itu?
Samakah harapan mereka kala itu?
Samakah kerinduan mereka kala itu?
Cinta menyadarkan betapa menjadi jauh adalah khianat atas hati
Cinta menyadarkan betapa terpisah jarak adalah menjadikan perihnya rasa
Tapi tak semestinya manusia menghamba cinta pada manusia
TIDAK!
Bukankah Cinta Allah lebih indah dan mendebarkan di banding seribu cinta yang hamba Nya berikan
Kenapa kerakusan manusia mengalahkan hakiki Cinta Nya
Allah , tetes-tetes harapan ini membawa kami kembali ke pada MU
Imajinasi Penulis
Batam, 24 December2008
tini
No comments:
Post a Comment