Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Monday, 23 June 2008

Kami Memang Berbeda Keyakinan

Sahabat-sahabat pembaca, sekilas kisah dari ku, semoga Allah mengampuniku atas kesalahan maksud yang mungkin tanpa penulis sadari, penulis hanya ingin berbagi, salahkah jika Muslim memberi kebahagiaan kepada yang non muslim?, Tolong comment nya dunk…***

Ternyata deg –deg an juga ketika pertama kali mengikuti kuliah, setelah hampir dua tahun keinginan untuk melanjutkan ke universitas makin berbunga dan sekarang mungkin dan alhamdulillah aku sudah merasakan buahnya, meski belum begitu manis, tapi rasa ini sungguh membuatku bersyukur.

Dari belakang aku memandang mereka, subhanallah mereka memang di karuniai wajah yang cantik, bahkan sikap mereka sangat bersahabat, secepat aliran sungai, perkenalan dan persahabatan kami mengalir begitu saja, kokoh dan InsyaAllah ikhlas. Dan akhirnya setelah Ramadhan berlalu aku menemui salah satu sahabatku berjilbab “alhamdulillah” ia makin mempesona, dan di antara kami ber empat hanya dialah yang tidak memakai jilbab dan mustahil memang ia memakai jilbab karena kenyataan nya Tuhan kami berbeda, Siapa yang menyangka aku bisa menerima dia apa adanya, aku yang notabene agak selektif dalam hal pertemanan dengan yang berbeda keyakinan ternyata menjadi sahabat baiknya dan semua mengalir begitu saja, karena ada ketulusan di antara kami.

Siapa aku jika menginginkan hidayah beranjak menyentuh kalbunya, meski doa-doa di setiap ujung sholatku selalu menyentuh namanya di barisan orang-orang yang ku cintai, aku tau hidayah itu hanyalah Allah yang berhak memberi karena seberapapun aku berusaha mewujudkan impianku dan impian-impian sahabatku yang lain hanya keputusan Allah yang berhak menjadi penentu. Kendatipun ia selalu menunggui kami ketika kami sholat lima waktu dan ada bersamanya, memandangku entah dengan tatapan apa ketika kalam-kalam Ilahi ku lantunkan, namun pada kenyataanya itu tak pernah membuatnya bergeming, karena orang tuanya yang aktif di gereja, ya mungkin itu penyebabnya, karena kami hanyalah orang yang tiba-tiba hadir dan bukan orang yang sejak ia belum mengerti isi dunia sudah mendampinginya.

Ah.. Allah.. ketika ia menikah pun kami harus di hadapkan pada problema, karena resepsinya di adakan di gereja, berbagai pertentangan pun datang dari sahabat-sahabat, namun akhirnya kami mengambil pertimbangan juga dari para sahabat yang lain, sesuai dengan keinginan kami bahwa kami harus menghadiri resepsi pernikahan itu, karena kami adalah sahabat-sahabat baiknya. “bagiku tidak apa jika yang lain pada ga dateng asal kalian dateng” ujarnya sungguh-sungguh, rasa haru menyeruak, “Ya Allah jika ini salah ampunilah kami, kami hanya ingin membuatnya bahagia di hari bahagianya” lirih do’a ku panjatkan di gedung resepsi.

Kenapa mereka masih membuat kami takut ketika fatwa “haram” tiba-tiba mereka voniskan di depanku setelah esoknya, aku hanya diam, aku tidak punya cukup dalil untuk menyangkal bahwa kehadiranku di resepsi itu tidaklah haram, aku hanya pasrah kepada Allah, sungguh Allah lebih Maha Mengetahui bahwa niat kami bukan untuk mengakui ke tuhanan Yesus, karena Tuhan kami tetaplah Allah yang Maha Esa, kami hanya datang ke resepsi bukan ke acara pemberkatan, atau penyembahan- penyembahan yang lain, kami tidak ingin membuatnya terluka, ketika kami tidak ada di sampingnya ketika ia menapaki kehidupan baru, kami sungguh-sungguh tidak ingin membuatnya menangis. ***

Saat menulis ini, aku kembali di ingatkan pada ke ego – an ku di masa lalu, ya masih jelas di ingatanku, betapa jahatnya ucapanku ini kepada sahabat kecilku karena ke fanatikanku terhadap Islam ketika usiaku beranjak dewasa. Aku tak berkomentar ketika ia meminta bantuanku untuk bisa menampungnya sebelum ia mendapatkan pekerjaan, pikiranku ruwet dengan perbedaan agama kami. Namun pada akhirnya ia tetap datang dan akhirnya kami tinggal satu rumah. Aku muak ketika melihatnya berdo’a dan beribadah di kamar kami, ingin rasanya aku berteriak , meski ia tak pernah keluar dari bibirku, namun tanpa ku sadari keketusanku, terlihat dari gerak-gerik ku dan kata-kataku , dan ia menyadarinya.

Tanpa ku tau, ia memendam luka itu, namun ia terus memaafkanku, karena hingga saat itu keberuntunganya untuk mendapatkan pekerjaan belum jua berpihak padanya, aku masih tak menyadari betapa jahatnya aku, betapa aku telah melupakan nilai-nilai luhur untuk menghormati antar umat beragama, aku benci orang yang punya agama berbeda dariku padahal Rosulullah tidak mengajarkan hal itu, dan sikapku ini tak pantas di sandang oleh seorang muslimah.

“Nduk, sekecil apapun pertolongan kita kepada orang lain Allah pasti membalasnya, ibu memang tidak begitu tau agama sepertimu, tapi haruskah menolong seseorang dengan melihat agamanya dahulu.” Kata-kata ibuku membuatku menangis kala itu. ***

2 comments:

  1. aq suka baca novel dan crt yang coba kamu angkat sangat menarik.
    ada beberapa hal yang mestinya bisa lebih detail. misalnya gimana perjalanan temen mu bisa menemukan hidayah. dan apa kaitan pelakon satu dengan yang lainnya?

    BTW terus berkarya dan sukses untuk kamu.

    Tolong nitip do'a dalam sholatmu yang panjang dan khusyu' untuk orang2 yang kuharapkan bisa "berjilbab"

    ReplyDelete
  2. ALhamdulillah,

    ok saran nya buat catetan pak, :)

    sebenarnya khusus buat cerita ini tini buat intinya aja, ok InsyaALlah buat titipan pesenya, dan amin buat do'a do'a nya.

    ReplyDelete