Matahari hampir sampai di peraduanya, rembulan samar mengintip dari balik awan di sebelah timur, beberapa hari lagi bulan purnama, malam di desa Rejosari akan jadi malam indah bagi penduduknya, mereka tidak lagi memerlukan senter untuk berpergian menengok padi di sawah, ataw sekedar sowan ke rumah tetangga. Meski masih jam sepuluh malam , Desa itu akan berubah menjadi tempat yang senyap, penduduk di sana memang punya kebiasaan tidur sore, dan bangun jam 4 pagi , kecuali jika ada yang mempunya hajatan, akan ada yang bergadang dari 3 hari sebelum sampai hari H, tak ada yang mereka lakukan kecuali bermain gaple. Bahkan terkadang ada yang memanfaatkanya untuk berjudi “astaqfirullah” itu bukan pemandangan baru, namun tak ada yang bisa mengubahnya.
Gadis kecil itu menunggu, siapa yang di tunggu , matanya bening menatap riak2 air sungai yang mengalir di bawah jembatan kayu tempat ia duduk, samar ia dapat melihat bayanganya, wajah kusutnya, rambutnya yang hampir tak tersentuh shampo, lengan yang legam, namun jika tersenyum tak khan ada yang memungkiri gadis kecil itu mempunyai daya magnit bagi kaum adam dengan usianya yang baru beranjak remaja. Namun penampilanya yang tomboy mengesankan dia bukanlah seorang gadis melainkan cowok.
“uh Nia pasti boong lagi, ga khan ada yang datang ke sini, desa ini ga akan di minati siapapun” keluhnya dalam hati, wajahnya jelas mengguratkan kekecewaan, namun kekecewaan pada siapa? Nia kah? ia sendiri bingung, Nia tidak sepatutnya menerima vonisnya sebagai tukang bohong. Tapi jika memang Nia bohong dengan cerita ceritanya dia sungguh keterlaluan. Ia mengeluarkan kertas lusuh , sangat lusuh pertanda telah tak terhitung jumlahnya ia baca, banyak lagi kertas lusuh itu di rumahnya, kertas yang selalu mengobarkan semangatnya, “semangat jihad” itu yang sering Nia bilang, namun ia baru tau kalo semangatnya itu Nia namai dengan semangat Jihad, ia ingat kata2 guru SD nya jihad itu berperang dalam membela agama Allah, lalu saat Nia bilang dalam suratnya “Citra, membaca tulisanmu aku sungguh terharu, engkau mempunyai semangat jihad yang tinggi, semoga Allah merahmatimu” saat itu ia tersenyum manis , manis sekali, “orang yang berjihad itu Allah balas dengan surga” itulah yang ia tau.
“Citra, sampean maopo neng kono (a)” suara mbak War mengagetkanya , lekas ia mendongak menatap sosok berdiri di tanggul yang bertanda tanya padanya, wajah yang terlihat lebih tua dari usianya “ga po2 mbak , lagek pengen dolanan (b)” jawabnya singkat , “ owh, tuch tadi aku di pesenin emak mu suruh pulang, wes sore” tanpa menunggu jawabnya mbak war sudah memasuki rumahnya, rumah yang asli berdiri dari tiang2 kayu. Citra beranjak, sekali lagi pandanganya terlempar jauh kedepan ia berharap dari jauh speed boat akan mendekat dan menurunkan pendakwah2 yang di ceritakan Nia padanya. Tapi nihil, ia menelan kekecewaan lagi hari ini , entahlah hari keberapa. ***
Emak mendekati Citra yang tidur dalam hayalnya, dengan lembut ia memijit-mijit kaki anak yang begitu ia cintai, Citra membuka mata “ mak, citra ga sakit kok di pijitin” ujar citra pelan, emak tersenyum “ wes to nduk, ga usah di paksa, jangan terlalu berhayal ada yang datang ke desa kita ini” Citra mengerjapkan matanya , ia memang pernah bercerita kalo suatu saat akan ada yang datang dan membawa perubahan pada Islam di desanya, tapi ternyata emaknya memperhatikan polahnya akhir2 ini, menunggu di jembatan depan, setiap hari dan pulang dengan wajah murung, “ tapi Nia bilang mereka akan datang mak” jawab Citra pelan, dadanya terasa sesak, ia bersyukur punya ibu yang begitu mengerti dirinya, selama ini tak khan ada yang perduli pada impianya, emak menarik nafas melemparkan pandanganya kearah tumpukan buku yang Citra susun rapi.
“Tapi mereka juga punya masa depan nduk, mereka punya keluarga, tak terhitung jumlahnya anak muda di desa kita yang pergi kekota, apa mungkin ada orang kota yang mau kedesa kita” mata citra berkaca-kaca, ia tau apa yang ibunya katakan sangat benar, semua anak muda di desanya yang telah lulus smu memilih menetap di kota dengan fasilitas lengkap, dan desa nya kini tinggal berdiri para orang tua yang semakin tua kalaupun ada pemuda itu juga yang tak pernah berpikir tentang dunia intelektualitas, tak berpikir tentang politik dan tetek bengeknya, dan yang paling parah adalah tak berpikir tentang menjadi kekasih Allah yang sesungguhnya, bagi mereka para penduduk desa Rejosari dan desa-desa lainya ada yang sholat lengkap lima waktu saja sudah di anggap ustadz, ada yang mampu mengajar membaca Alqur’an meski salah-salah sudah di anggap guru ngaji, lalu di mana para da’I da’iah itu di mana para mujahid yang sering di ceritakan Nia, mereka lebih memilih tempat yang sudah ada ribuan pendakwah , lalu berperang argumen, dan terjadilah perpecahan umat, tidak kah mereka taw di pelosok-pelosok sana membutuhkan mereka , lima orang saja itu lebih dari cukup, namun yang maw berkorban jiwa dan raga, maw menerima celotehan tak sedap dari penduduk, yang maw terus membagi ilmu meski mengorbankan nyawa, di mana mereka? , Citra membelakangi ibunya di sembunyikan wajahnya ke bantal lusuhnya “Nia bilang mereka akan datang mak, Nia tidak pernah bohong , mak bisa liat buku2 itu khan mereka semua mengerti mereka akan merubah cara pandang penduduk kita tentang Islam mak, hanya itu, mereka pasti datang” terdengar suara parau Citra di sela isakan tangisnya. Hati mak perih “ Duh Gusti apa yang terjadi pada putri hamba” bisik hati emak labih perih mendengar isakan anaknya tanpa bisa berbuat apa-apa. ***
Citra berjilbab, mereka melihatnya aneh, ia telah menginjakan kaki di sekolah barunya SMU N 2 Muara Padang tepatnya kelas 1 A . Ada bisik-bisik “citra pake jilbab biar di bilang orang cakep, biar ga keliatan itemnya”, mendengar itu dia pulang dengan menangis . perih rasanya, emak ikut merasakan kepedihan putrinya namun tak bisa berbuat banyak, emak sendiri heran kenapa Citra memutuskan berjilbab, padahal anak sebayanya justru sedang gencar2 nya berpakaian ketat tapi emak juga bersyukur putrinya mengambil keputusan itu , setidaknya Citra bukan gadis yang sering di pandang sebagai cowok lagi, perilakunya pun sekarang lebih santun, ia biasa bangun lebih pagi dari dari biasanya, meski terbata-bata emak bisa mendengar Citra mengaji tiap pagi , bahkan sering di dengar ia sesenggukan namun paginya punya senyum cerah, Citra sering mengingatkan emak sholat lima waktu tapi tak pernah marah kalo mak bilang “capek di sawah” Citra ga pernah jenuh mengingatkan sampai emakpun sering mengikutinya sholat wajib itu.
Pakaian panjang yang Citra pakai, juga jilbab itu dari usaha kerasnya, bekerja di sawah tetangga, menabungnya, lebih suka makan di rumah apa adanya, ga pernah jajan di sekolah, semua berawal dari surat Nia, sahabat penanya
Assalamu’alaikum Citra sahabatku
Pejuang di jalan Allah
Da’iah di desa terpencil…..
Cahaya bagi orang-orang beriman
Semoga Allah senantiasa memberikan jalan, hidayah, dan karunianya, kepada kita, hingga kelak di akhir zaman kita termasuk golongan kekasih2 Nya yang dengan bercahaya. amiiiiinnnn
Maafkan aku sahabatku , jika sampai hari ini belum ada yang datang membantumu, tapi percayalah Allah selalu ada , selalu membantu khalifah-khalifahnya, terus berjuanglah saudariku, hingga tetes darah penghabisan, maafkan aku hanya bisa membantumu dengan buku-buku yang kukirimkan padamu, aku tak bisa berbuat banyak saudariku.
Owh ya ini aku kirimkan padamu sebuah buku “fiqh wanita”
Humm… kita mungkin terlalu mudah membacanya tapi kita sudah baligh Citra, berjilbablah , agar auratmu terjaga, agar orang menghormatimu, agar tidak ada kaum yang melecehkanmu
Bacalah Firman Allah Al Ahzab ayat 59 “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[,ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Betapa Allah menyayangi kita saudariku, aku tidak sabar ingin mendengar kabar bahagia itu, kabar tentang jilbab mu Citra.
Wassalamu’alaikum
Sahabat penamu
Nia
***
“Apa menikah?” Citra tak dapat menyembunyikan keterkejutanya, emak menawarkan pernikahan padanya pdahal UAN belum ia lalui, mendengar suara kerasa Citra mak diam, Citra beristiqfar ia teringat firman Allah Al Israa 23 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” Citra mendekati ibunya mencium kedua tanganya “emakku tercinta, Citra pasti menikah, tapi dengan pria sholih InsyaAllah dan tidak sekarang, lihat tugas sekolah Citra masih menumpuk, Citra juga masih punya kewajiban berdakwah mak tolong jangan bebani Citra dengan hal yang berhubungan dengan pernikahan untuk saat ini, kita harus sama2 sabar mak, mak tau khan orang sabar itu kekasih Allah, dan tiada hal yang paling membahagiakan selain jadi kekasih Nya” suara Citra lembut, selembut wajahnya ketika menatap orang yang paling di kasihinya setelah Allah dan Rosul Nya itu.
Mata emak berkaca2 ia menatap anak semata wayang nya itu dan akhirnya meledaklah tangisnya, di peluknya Citra erat, seolah ia akan kehilangan, “mak, jangan nangis, sepurane ya mak, Citra udah nyakitin hati mak, mak ridhai Citra ya, nanti kalo Nia dan temen2nya datang ke tempat kita , mak anggap mereka anak emak, mereka adalah orang-orang shalih, mereka akan mengibarkan cahaya iman di hati penduduk ini” suara Citra parau , tak ada jawaban dari suara mak kecuali isakan tangisnya. Ternyata harapan Citra yang lama itu masih berkorbar , seolah ia menanti datangnya pasukan Allah dengan cahaya kemenangan, dengan menbawa kebenaran, tentang hukum-hukum Allah, tentang kedamaian alam raya.
Siapa yang tak mengenal Citra di sekolah, dia pelopor lahirnya rohis di sana, dia pelopor akhwat berjilbab, alhamdulillah ada salah satu gurunya juga yang berjilbab ibu Murni mereka memanggilnya , lewat ibu Murni dan Citra akhirnya di bentuklah Rohis SMUNDA , tekanan, ocehan tak sedap terdengar di telinga, meski pahir tapi mereka cukup tau itulah resiko dakwah, surat dari Nia terus datang memberi semangat, memberi janji, bahwa suatu saat mereka pasti datang, mereka pasti ikut berjuang di barisan Citra, mengatakan yang Haq adalah Haq dan yang Bathil adalah bathil, tidak ada kompromi untuk yang bathil di jadikan haq, itulah semangat Citra semangat yang Citra sanjungkan dalam bait2 puisinya
Benderang Cahaya Imanku itu terlahir
Ia membentuk barisan 2 semangat yang berkorbar
Tak khan patah meski ada ribuan cerca
Cukup percaya akan kekuatan janji Allah
Ia akan membawaku membumbung tinggi
Bersama awan putih
hingga di tempat kan atas nama bidadari surga “ainul Mardiyah”
***
Yang memegang kertas lusuh itu bukan Citra lagi, 3 akhwat dan 4 ikhwan itu merenung di atas gundukan yang masih memerah , butiran-butiran bening mengalir dari kelopak mata mereka, harum kesturi semerbak.
2 bulan yang lalu , ia tersenyum memandangi emak di sawah di atas gubuk reot yang mereka bangun berdua “mak ini loh sarapanya” emak segera beringsut dari pekerjaanya , Citra telah bersiap2 menggantikanya, “ ke sawah kok pake kerudung putih , baju putih to nduk” protes mak melihat penampilan Citra yang membalas dengan senyuman “ putih itu suci mak, Citra pengen dalam keadaan suci dimanapun, mak liat juga jenazah yang di makamkan itu juga pakai putih2 padahal mereka juga di dalam tanah” “hush! Ngomong opo toh ga elok” potong emak yang membuat Citra meringis “ yo wes Citra gantiin mak dulu ya” emak hanya mengangguk kecil dan mulai menikmati makananya
“aduh, astaqfirullah” suara itu mengagetkan emak, Citra telah limbung tak jauh darinya, entah apa sebabnya tiba2 ia terjatuh, tak ayal kepalanya membentur sebongkah batu kecil yang yang di biarkan di jalan antara sawah2 mereka “ Ya Allah nduk” emak berlari menghampiri Citra yang memegangi dahinya darah tampak memerah membasahi jilbab putihnya
Terlihat senyum Citra manis, sangat manis, ia tak bergerak lagi setelah merasakan sakit yang teramat sangat setelah dengan bacaan Syahadat ia terdiam, diam dalam dekapan kasih sayang Allah, bidadari itu pergi menghadap kekasihnya, yang memberi kekuatan , memberinya cahaya iman. Langit mendung , titik2 hujan itu membawa tangisan, tangisan bagi orang2 yang mencintainya, orang-orang yang membutuhkan keteguhanya “Innalillahi wainnalilaihi Raji’un”
Assalamu’alaikum
Nia sahabatku, pemberiku semangat
Selalu ku tunggu hadirmu, memberiku banyak hal , dan ingin ku bagi banyak hal.
Aku akan pergi bukan karena lelah , tapi karena kerinduanku yang membuncah
Aku selalu menantimu,
Bersama sahabat2mu memberikan warna pada duniaku, pada dunia ibuku yang renta,
Ah… maukah engkau menjaganya Nia, aku dangat mengasihinya, mencintainya
Tapi aku ingin melihat kekasihku , aku juga sangat merinduka Nya
Jika teringat ini aku sedih aku pasti menangis
Nia,
Setiap detik ku nanti janjimu, engkau sang mujahid
Engkau juga punya semangat jihad…..
Lihatlah banyak yang membutuhkanmu
Bangunlah, bangunlah saudariku itu yang sering engkau katakan padaku
Tempat ini memang tak khan menjanjikan apa2,
Rumah yang tua , jalan yang becek jika hujan, tak ada listrik,
bila malam engkau akan berteman dengan dinginya malam
dengan nyanyian jangkrik
bahkan dengan nyanyian nyamuk di telingamu
Di mana sang pejuang2 itu, dimana para da’I dan da’iah yang ikhlas dan sudi ke tempat kami?
Kami menunggumu selalu menunggumu,
Karena aku akan pergi
Bukan karena lelah tapi kerinduanku yang membuncah
Wassalamu’alaikum
Nia melipat kertas itu menyimpanya baik2, memandang mak dan kemudian memeluknya erat “ ini Citra mak, Citra ga akan pernah ninggalin mak” mak terisak semua terisak, masih tercium harum kesturi di desa terpencil itu , di bawah sana telah lebur jasadnya, tapi ia melihat , ia tersenyum pada janji sahabatnya, pada para pejuang2 di jalan Allah “jangan gentar saudaraku , kalian akan mendapatakan kebahagiaan yang kekal, yang tidak di miliki oleh orang2 yang mendustakan Nya”
Batam 3 Maret 2008
tiny
“Citra, sampean maopo neng kono (a)” : Citra kamu ngapain di situ?
“ga po2 mbak , lagek pengen dolanan (b)” : ga pa2 mbak , pengan main2 aja
No comments:
Post a Comment