
Semburat senja indah bergaris di cakrawala, seperti biasa sang surya enggan menemani malam, dan bulanpun belum bersedia bersama bintang menghiasi kelam, ada fenomena yang luar biasa pada hari ini, meski hampir terjadi setiap hari , tapi jarang hamba –hamba Allah yang bersedia merenungkanya, padahal Allah memerintahkan para hamba Nya untuk merenungkan betapa agung dan indah ciptaan Nya , betapa tak ternilai rahmat dan karunia Nya agar tumbuh cinta dan kerinduan pada sang Pencipta alam luas ini. “Qulillaahikholiqu kulli syai in wahuwal waahidul qohaar, Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa."
Hari ini , tepatnya siang tadi aku berjumpa dengan Raka, dia tampak sedang berdiskusi dengan seorang gadis, akhwat menurutku, karena jilbab lebarnya menutupi hampir separuh tubuhnya, dan tentu saja aku mengenalnya karena beberapa kali aku melihatnya ikut kegiatan LDK, yang aku tau pasti adalah gadis itu anak FKIP, pikiranku langsung berkelebat pada sosok selingkuhan Raka hingga menyakiti hati sang miss univers Hessa, beberapa kali aku istiqfar, memohon perlindungan Allah dari penyakit hati suudzon, tapi lagi-lagi keprihatinanku terhadap kondisi Hessa akhir-akhir ini membuatku menyimpan rasa tidak suka terhadap Raka, meski semestinya memang beginilah resiko pacaran, yaitu sakit hati, seharusnya memang aku berpikir positif bahwa mungkin Allah menginginkan Hessa agar tidak terlalu dekat dengan Raka.
“Kami dua tahun pacaran Fa, dan kamu bilang aku harus melupakan dia begitu saja?” teriak Hessa saat aku berusaha meredam amarahnya, karena toh ia dan Raka memang tak bisa mempertahankan hubungan penjajakan mereka, “bukan begitu Hessa, hanya Ifa tidak suka melihat Hessa selalu sedih dan murung hanya karena Raka” jawabku datar tanpa ekspresi, “tidak, Raka harus membayar ini Fa, dan gadis itu harus tau , kalo lebih baik jilbab yang menutup rambutnya itu ia buang jauh-jauh, dia telah mencemari nama baik gadis berjilbab” emosi Hessa meledak “astaqfirullah Hessa, kamu ga berhak memvonis seperti itu, mungkin gadis itu memang salah, tapi apa kamu tau kejelasan hubungan mereka seperti apa, jangan bawa-bawa jilbab , karena memang semua akhwat di bumi ini di wajibkan untuk itu, tidak terkecuali” aku berdiri menatapnya tajam, tampak raut wajah kaget ku baca pada Hessa. Ia terduduk kedua tanganya menutup wajahnya hingga tubuhnya kembali terguncang “aku tidak bisa kehilangan Raka Fa, kamu harus tau itu, aku sangat membutuhkanya” isakan tangisnya membuat suaranya terdengar serak , aku mendekatinya memeluk pundaknya “dengar sahabatku, Raka tetaplah Raka, ketika ia tak bisa membuatmu bahagia lagi, jangan terus menyiksa diri karenanya, kamu membutuhkan Raka untuk apa dan kenapa, sedang sebelum kamu menemukan Raka, kamu sama sekali tidak membutuhkanya, tunjukan bahwa hidup mu bukan untuk Raka, jangan membuat Allah makin cemburu dengan tangisanmu ini sahabatku, jangan, lihatlah betapa Allah Maha Pengertian pada kita selama ini, lalu kapan kita mengerti bahwa Allah menginginkan cinta kita, ambilah wudlu, katakan pada Nya bahwa kamu mencintainya, lebih mencintaiNya dari apapun dan sampai kapanpun” aku mengusap air matanya, ia hanya mengangguk lalu beranjak meninggalkanku.
“assalamu’alaikum” ada suara mengagetkanku ,
“eh Wa’alaikumsalam warrahmatullah”
“ngelamun ukhti”
“tidak akh , hanya merenung hehehe” ia tersenyum manis
“iya , ana kenal ukhti Hayfa’ selalu merenungkan kebesaran Allah dengan pemandangan senja itu khan?” aku hanya menjawab dengan anggukan kepala,
“ana permisi ukhti, jangan merenung lama-lama, hari sudah mulai gelap, hati-hati di jalan nanti”ujarnya dengan santun
“Jazakallah akhi, hati-hati di jalan juga” ia menganggukan kepala dan kembali tersenyum manis
“khoiron Jaza, assalamu’alaikum”
“wa’alaikumsalam warrahmatullah wabarakatuh”aku memandangnya punggungnya hingga menghilang ketika ia belokan langkahnya menuju parkiran motor. Ia adalah ikhwan yang sering membuatku kagum dengan ulasan-ulasan nya ketika kami berdiskusi , aku menunduk menenteskan air mata , tidak jelas apa yang kurasakan hanya sebuah pengendalian emosi, jika ingat Hessa aku ingin berkata padanya “aku sama sepertimu Hessa”. Aku malu pada Mu Ya Allah, malu karena telah membuatmu cemburu padaku.
Tiba-tiba Hessa memandangku dalam, setelah ku cium mushafku di malam kami hendak tidur, ia membuatku salah tingkah.
“aku tidak tau apa yang ada di pikiranmu Fa, engkau tidak membutuhkan mahluk-mahluk seperti Raka dalam hidupmu, tidak membutuhkan orang yang siap sedia mengantarkanmu kemanapun pergi, tidak membutuhkan orang yang mengucapkan kata “selamat tidur”sebelum kamu memejamkan mata, tidak pernah ku lihat engkau merindukan sosok yang bernama pria, ada apa denganmu” mimiknya serius.
“pertanyaan yang aneh” pikirku diam lama, membiarkan ia terus dalam keseriusanya.
“aku sama sepertimu Hessa” jawabku akhirnya “Allah juga mengaruniakan padaku cinta untuk sosok yang seharusnya aku cintai, Allah juga mengaruniakan kerinduanku pada seorang ikhwan, namun jika aku bertanya kembali pada diri sendiri, bahwa sebenarnya aku hidup untuk apa dan siapa, aku bisa membawa kerinduanku itu kepada hal yang semestinya ku lakukan, kamu liat Al Qur’an ini khan, hampir tiap malam kamu bisa mendengar aku melantunkanya, itu karena aku harus merinduka Nya , merindukan Sang Pemilik Kalam ini” aku menatap wajahnya dalam bergantian. Kini ia diam, entah apa yang ia pikirkan. ***
No comments:
Post a Comment