Assalamu'alaykum, selamat datang di blog sederhana saya, selamat membaca! silahkan berkomentar & tinggalkan link anda untuk di kunjungi, terima kasih

Tuesday, 2 February 2010

Surat Cinta Yang Terlantar



By Tiny

Aku tau saat barisan kalimat ini merasuk dalam pandangan kedua kelopak mata indahmu, maka denyut-denyut kerinduan ini tersampaikan sudah , dan aku merasa engkau jua merasainya


Surat cinta itu masih panjang, berisi kalimat –kalimat manis yang membuai, yah meski ia tidak lagi melewati tukang pos, tidak dikirim dengan perangko atau kilat khusus, tapi tetap saja bagiku itu adalah surat cinta.

Ya, tidak kupungkiri , ketika surat yang datang dari seorang ikhwan yang kudamba di seberang samudera sana memunculkan nuansa merah jambu di kehidupanku, meresapkan keromantisan dalam relung kalbuku. Dan ia menghadirkan diri yang berbeda di diriku, penuh angan dan harapan , penuh cinta dan kerinduan.
***

Musim tak menentu di kota ini, ia kadang di hiasi dengan hujan berhari-hari , namun juga panas yang tak kalah menyengat. Dan karena itulah aku di serang demam hingga flue yang tak kunjung sembuh, hingga akhirnya kedua penyakit yang menyiksaku kala hendak terlelap karena hidung yang tersumbat dan menyesakkan nafas itu pamit pergi, namun terkadang rasa pusing ini seoalah enggan tuntas meninggalkanku.

Aku melayangkan pandanganku pada inbox email yang baru ku buka..

Hey cantik
Keresahan itu hadir ,aku memikirkan kesehatanmu, karena terakhir kudengar ia kurang baik, How now? Is it well?


Aku tersenyum, dia begitu baik, sangat mengkhawatirkanku, tentu saja aku harus membalas surat cintanya untuk mengabarkan aku baik-baik saja.
***

Ketika angin berubah arah, itu adalah hal lumrah. Ketika bulan yang berpendar di malam hari tak lagi sempurna setelah purnama , itu adalah suratan alam. Ada yang berubah, dan setiap jiwa yang di tanamkan di raga harus siap berubah sewaktu-waktu. Tapi tidak seperti lima jagoan yang berubah jadi power ranger ketika ada kericuhan yang melanda kota.

Surat cinta itu tak lagi hadir tepat waktu, padahal aku sebagai pembaca setia masih tetap menunggu,dan terlebih itu, aku telah menyandarkan harapan di sana. Namun siapa aku hingga harus bangga dan percaya diri bisa membuat hatinya memiliki ketetapan hati untuk mencintaiku, aku sudah lupa siapa yang Maha membolak-balikan hati itu?

Dan ketika purnama berikutnya , surat itu tak lagi ada , ia terakhir memenuhi inbox emailku dua minggu yang lalu , saat ku tau dia tengah sibuk dengan pekerjaannya, aku tak lagi banyak bertanya, meski aku sakit merasa tercampakan, dan aku rindu surat cinta itu.
***

Aku berusaha tersenyum , tapi mungkin yang terlihat justru erangan rasa sakit, kepalaku berdenyut keras, serasa membuat seluruh tubuhku kaku. Dokter memvonisku menderita sakit parah, aku tak perduli sakit apa itu, tapi sudah sejak lama aku bertahan dengan itu, dan hingga sekarang aku ambruk di sebuah kamar pengap ini aku masih berusaha bertahan.

Dan dengungan itu mengusikku , aku tentu sangat mengenal suara apa itu, aku sering mendengungkannya dulu, hingga aku lupa kapan terakhir aku melakukannya , terselip tanya kenapa harus di tempat ini, susah payah aku mencari dan di pojok ruangan sana aku menemukan sumber suara itu.

“sudah saatnya kah aku mati?”

Ah tidak, aku sudah melihat pasien baru yang terpisah oleh gorden putih itu sejak kemarin, tapi mungkin kali ini keadaanya lebih baik dariku sehingga ia bisa mendengungkan suara yang tak asing itu. Merasa di perhatikan ia menoleh dan tersenyum, sejenak ia hanya memandang dengan senyumnya namun kemudian ia beranjak mendekatiku, aku tak berkata kecuali terus memperhatikannya. Ada sesuatu yang tak sanggup ku jelaskan dengan logikaku sendiri.

“Assalamu’alaykum”

Meski ucapan salam itu mendapat jawaban diamku, ia masih tak ingin melepaskan senyumannya dari bibir pucatnya.

“afwan, apa surat cinta yang ku baca ini mengganggumu?”

Kali ini aku tercengang, kata-katanya sontak menumbuhkan kembali ingatan tentang luka hati yang tak kunjung sembuh.

Pandanganku menghindarinya, membuang jauh tanda tanya yang tersirat dalam raut wajahnya, dadaku terguncang menahan isak, hingga aku sendiri tak sadar lagi begitu cengengnya aku ini.

“mbak , apa ada yang sakit? Saya panggilkan dokter”

“jangan”

Aku menatapnya dengan linangan air mata.
***

“beri aku waktu untuk kembali kerumah ya Allah, ada surat cinta Mu yang ku telantarkan sejak lama di
tumpukan buku-buku kebanggaanku, aku ingin membacanya”

Jika bicara tentang terlambat untuk sadar, mungkin di sinilah aku tau rasanya, surat cinta dari Allah yang tersusun rapi dalam mushaf yang bernama Al Qur’an telah bertahun-tahun aku telantarkan.

Di kamar yang aku anggap pengap ini , aku merasa malu, betapa terlalu lama aku tak mengerti mana yang seharusnya membuat rinduku membuncah. Dan setelah ada di tempat ini aku tau “surat cinta” dari Allah itu begitu merdu.
***

Batam, 2 February 2010


No comments:

Post a Comment